Kamis, 19 Februari 2009

EKSPLORASI PELAYANAN FARMASI DAN KEBUTUHAN APOTEKER


Eksplorasi Pelayanan Farmasi dan Kebutuhan Tenaga Apoteker dalam Rangka Penerapan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
Oleh

Andi Leny Susyanty, S.R. Muktiningsih
Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan

Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama di rumah sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan di rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan terpadu, dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan obat dan kesehatan.
Dalam rangka mendukung terwujudnya pelayanan farmasi di rumah sakit yang sesuai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit (SPFRS) dan standar kompetensi farmasis Indonesia, RS perlu melakukan penilaian secara berkala terhadap strategi perencanaan dan penerapan pelayanan farmasi di RS termasuk perencanaan kebutuhan tenaga apoteker sebagai penggerak utama pelayanan farmasi di RS. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas dibutuhkan informasi dan data dasar pelayanan farmasi di rumah sakit saat ini dan identifikasi kebutuhan tenaga apoteker yang sesuai dengan standar pelayanan farmasi di rumah sakit .
Penelitian ini menunjukkan fakta bahwa standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit belum dilaksanakan sepenuhnya oleh 6 RS yang dijadikan sampel. Penerapannya masih sebagian�sebagian, ada rumah sakit yang baik di bagian pengelolaan perbekalan farmasi namun di bagian pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alkes masih kurang, begitu juga sebaliknya.
Kegiatan pengadaan perbekalan farmasi masih belum dilakukan oeh sebagian besar instalasi farmasi rumah sakit (IFRS), hanya 2 dari 6 IFRS yang telah melakukan kegiata pengadaan perbekalan farmasi RS.Bahkan di 2 RS sebagian besar kegiatan pengelolaa farmasi dilakukan oleh sumber daya farmasi lain di luar IFRS termasuk kegiatan penyimpanan dan pengendalian sediaan farmasi RS.
IFRS yag menempatkan apoteker lebih banyak di bagian pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan telah melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian sebesar 97% dari kegiatan yang terdapat dalam standar pelayanan kefarmasian di RS (SPFRS) dan telah melakukan kegiatan dispensing sediaan IV, nutrisi parenteral dan sitostatik. Kegiatan pemantauan kader obat dalam darah belum dilakukan oleh IFRS kaena keterbatasan sarana dan prasarana. Selain itu masih ada apoteker yang merangkap jabatan di berbagai bagian, termasuk dirangkap oleh kepala IFRS. Dokumentasi terhadap kegiatan pelayanan kefarmasian di RS masih sangat minim, dokumentasi sudah ada namun tidak seluruh kegiatan didokumentasikan sehingga sulit untuk melihat hasil pelayanan yang telah dicapai.
Standar pelayanan farmasi di rumah sakit pada dasarnya dapat diterapkan di seluruh tipe rumah sakit karena tiap-tiap bagian yang terdapat dalam standar telah dapat diterapkan dengan baik di beberapa rumah sakit. Namun ada beberapa hal yang mesti dilakukan sehingga penerapannya tidak sebagian sebagian yaitu dengan cara melakukan dvokasi ke Direktur rumah sakit dan Kepala Pemerintah Daerah (Gubernur/ Bupat/Walikota) untuk menambah jumlah apoteker dan memperbaiki struktural organisasi IFRS sehingga sesuai dengan struktur organisasi minimal IFRS dalam SPFRS. Selain itu juga melakukan advokasi kepada Direktur RS untuk menerapkan sistem farmasi satu pintu dan memberikan fasilitas yang memadai untuk pelayanan IFRS dan mulai memberlakukan monitoring pelaksanaan pelayanan farmasi satu pintu di RS terutama di bagian pengelolaan perbekalan farmasi, hal ini kemungkinan akan merugikan pihak swasta yang telah terikat perjanjian, namun keuntungan yang diperoleh RS dapat dimanfatkan untuk pengadaan alat, sarana dan prasarana untuk melengkapi pelayanan RS. Jumlah apoteker IFRS belum memadai untuk melakukan seluruh kegiatan pelayanan farmasi seperti yang tercantum dalam SPFRS, namun belum menambah jumlah apoteker di bagian pelayanan, perlu disiapkan tugas yang jelas dengan hasil yang terukur untuk apoteker di ruang rawat sehingga peningkatan jumlah apoteker di bagian pelayanan terlihat manfaatnya.
Selain itu perlu menetapkan jumlah apoteker IFRS minimal sesuai dengan struktur irganisasi minimal IFRS yang terdapat dalam SPFRS dan membuat standar pelayanan farmasi minimal untuk setiap RS, sehingga variasi pelayanan farmasi yang dilakukan tidak terlalu jauh berbeda antara satu tipe RA, terutama untuk RS yang telah terakreditasi 12 dari 16 pelayanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar