Kamis, 03 Desember 2009

VISI MISI PONDOK INDAH HEALTHCARE GROUP

VISI

“Menjadi Rumah Sakit Pilihan dengan menyediakan layanan perawatan kesehatan terbaik, aman, bermutu tinggi dan inovatif”

“To be the Hospital of Choice by providing the best available, safe, high quality and innovative care services”

MISI

”Menyediakan pelayanan secara utuh, konsisten dan terpadu berfokus pada pasien melalui praktek berbasis bukti yang sesuai dan pelayanan prima dengan komitmen, kerja sama tim, keterlibatan dari pihak terkait dan peningkatan kompetensi individu yang berkesinambungan”

To provide a patient-focused holistic seamless service through suitable evidence-based practices and service excellence with commitment, teamwork, involvement of stakeholders and continuous enhancement of individual competencies”.

Senin, 24 Agustus 2009

Berpuasa bagi Penderita Penyakit Akut

JAKARTA-- Berpuasa merupakan kewajiban setiap muslim. Nyatanya, manfat puasa memiliki keterkaitan erat dengan kesehatan tubuh. Dunia medis sendiri mengakui, puasa merupakan momen yang tepat bagi tubuh mereparasi diri usai menjalani kegiatan berat selama setahun.

Namun, bagaimana dengan pasien penderita penyakit akut seperti jantung, diabetes, hipertensi dan kanker? Bisakah mereka berpuasa layaknya orang sehat?

Seperti diketahui, banyak pasien yang ingin berpuasa namun terbentur dengan pengobatan yang dijalaninya. Akan tetapi, benturan itu bisa teratasi dengan kordinasi dokter dan pasien dalam menganalisis kemungkinan untuk berpuasa. Dengan begitu, dokter bisa menyalurkan aspirasi keinginan berpuasa pasien, dan pasien bisa menerima segala keputusan dokter tentang kemungkinan berpuasa.

Ahli Cerna Rumah sakit Asri, Jakarta , Dr. Agus Sudiro Waspodo menyatakan kegiatan berpuasa bagi pasien penyakit berat sangat mungkin dilakukan dengan catatan harus melalui kontrol ketat minimal dua minggu sebelum puasa. Dengan kontrol ketat itu, pasien dapat mengetahui bisa atau tidak menjalani kegiatan berpuasa.

"Penderita penyakit yang terkontrol akan dimungkinkan menghindari efek perubahan pola saat berpuasa. Sementara bagi penderita yang belum menjalani kontrol diyakini akan mengalami kesulitan beradaptasi bahkan bisa tergolong membahayakan dirinya sendiri," tutur dia kepada Republika Online, akhir pekan lalu.

Kontrol yang dimaksud menyangkut beberapa aspek seperti kandungan gula darah, tekanan darah dan kandungan kolesterol. Bila ketiga aspek tergolong aman maka dokter pun akan mengizinkan pasien berpuasa. Meski terbilang aman,pasien tetap disarankan waspada dan mengkontrol dirinya sendiri walau dokter turut pula memantau.

Terstruktur

Pendapat yang sama juga diutarakan Ahli Penyakit dalam Kardiovaskular, Rumah Sakit Asri, Jakarta, Dr. Kasim Rasjidi. Menurut Kasim, semua dokter sebenarnya menganjurkan pasien untuk berpuasa. Pasien yang berpuasa akan merasakan bagiamana membentuk sebuah pola gaya hidup yang baik dan terstruktur. Pola yang harusnya bisa dilakukan tidak hanya saat berpuasa tapi dalam keseharian.

Kasim lantas mencontohkan penderita diabetes tipe 2. Puasa bagi penderita diabetes bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Tetap Dengan catatan, pasien harus melalui kontrol gula darah sebelum menjelang puasa guna menghindari resiko komplikasi macam hipoglokemia (kandungan kadar gula dalam darah rendah) dan hiperglokimia (kandungan kadar gula dalam darah rendah). Selain itu,kadar gula pada penderita diabetes disarankan dalam level tinggi.

Kasim menjelaskan, bila kondisi kadar gula dalam darah berada pada level rendah bisa berpotensi besar mengalami hipoglokemia dan berakibat fatal bila diteruskan berpuasa."Otak kita memerlukan pasokan nutrisi berupa glukosa dalam darah. Bila pasokan berkurang maka berdampak pada kerusakan otak," ungkapnya.

Dia menekankan, penderita diabetes harus memperhatikan dua hal yaitu obat dan pola makan. Pola konsumsi obat disesuaikan dengan kondisi dimana obat berfungsi menjaga kadar gula tetap stabil. Sedangkan pola konsumsi pasien tidak berubah, tetap memperhatikan kandungan kalori dan gula dalam makanan.

Pasien juga dianjurkan tidak mengkonsumsi makanan olahan yang mengandung gula langsung. "kebutuhan makanan disesuaikan dengan tubuh, Dengarkan tubuh kita. Setelah itu ikuti dengan pengobatan dan kebiasaan makan," ujarnya.

Kasim mencontohkan,pasien boleh mengkonsumsi nasi putih asalkan tetap memperhatikan kadar kalori dan gulanya.

Dikendalikan Sama halnya dengan penderita diabetes, bagi penderita penyakit jantung dan kanker juga dimungkinkan berpuasa.

Yang paling penting diperhatikan pada penyakit jantung korone yagn tercatat sebagai penyebab kematian nomor satu di dunia yaitu pengendalian faktor pencetus pada saat berpuasa.

Faktor risiko yang bisa dikontrol atau diubah adalah pola makan, kebiasaan bergerak, merokok, kondisi hipertensi, status diabetes, dan kelebihan berat badan dimana faktor pencetusnya adalah stres dan alkohol.

”Dengan berpuasa, segala faktor pencetus dapat dihindari. Makan menjadi lebih teratur, kebiasaan merokok terkurangi, pikiran lebih tenang sehingga jauh dari stres,” tutur Kasim.Dengan berpuasa, maka kelebihan berat badan sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dikurangi. Hasil dari berpuasa sehat bisa menyebabkan tekanan darah dan keseimbangan kadar kolesterol ataupun gula darah menjadi terkontrol.

Demikian pula dengan penyakit kanker, khusus diluar penyakit yang menyerang pencernaan semisal kanker serviks dan payudara memang dimungkinkan berpuasa. Akan tetapi penggunaan obat dalam beberapa jenis kanker yang mengakibatkan efek muntah tentu menjadi pertimbangan untuk tidak berpuasa.Pada akhirnya, baik dari kedua dokter berpendapat apa yang diinginkan pasien untuk berpuasa tergantung dengan kondisi, niat dan kepatuhan pasien terhadap anjuran dokter.

Dengan begitu ragam resiko bisa dihindari saat berpuasa. (cr2/rin)

dari : Republika online

Studi: Obat Tamiflu tak Cocok Buat Orang Dewasa Sehat

WASHINGTON--Obat flu Tamiflu dan Relenza mungkin tak cocok untuk mengobati influenza musiman pada orang dewasa yang sehat, kata beberapa peneliti Inggris, Jumat."Merekomendasikan penggunaan obat anti-virus bagi perawatan orang yang memiliki beberapa gejala tampaknya bukan jalur tindakan yang paling cocok," tulis Jane Burch dari University of York, dan rekannya.
Studi mereka, yang disiarkan di dalam "Lancet Infectious Diseases", mendukung saran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) --yang menyatakan pasien sehat yang terserang flu babi H1N1 tanpa menderita komplikasi tak memerlukan pengobatan anti-virus.Tamiflu, yang dibuat oleh perusahaan Swiss, Roche, berdasarkan lisensi dari Gilead Sciences Inc., adalah pil yang dapat mengobati dan mencegah segala jenis virus influenza A.
Zanamivir, yang dibuat oleh GlaxoSmithKline, berdasarkan lisensi dari perusahaan Australia, Biota, dan dijual dengan merek Relenza, adalah obat hirup di klas yang sama.WHO sangat menyarankan penggunaan kedua obat itu buat perempuan hamil, pasien dengan kondisi medis yang mendasari dan anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun, karena mereka menghadapi resiko yang meningkat terhadap penyakit yang lebih parah.
Tim Burch mengkaji beragam studi yang diterbitkan mengenai Tamiflu dan Relenza. "Kami menyajikan hasilnya buat orang dewasa yang sehat dan orang yang menghadapi resiko komplikasi yang berkaitan dengan influenza," tulis mereka.Mereka mendapati kedua obat tersebut, rata-rata, memangkas setengah hari hari saat pasien sakit. Influenza biasanya mempengaruhi orang selama sekitar satu pekan.
Obat itu memberi hasil sedikit lebih baik pada orang yang memiliki resiko komplikasi, seperti pasien yang menderita diabetes atau asme, sementara Relenza mengurangi rasa sakit hampir satu hari dan Tamiflu sebanyak tiga-perempat per hari.Itu menunjukkan obat tersebut mesti diberikan kepada orang yang paling memerlukannya, kata para peneliti tersebut.
Banyak negara telah menimbun kedua obat itu. Flu babi H1N1 telah dinyatakan sebagai wabah dan menyebar ke seluruh dunia. Para pejabat kesehatan AS, Jumat, mengatakan penyakit tersebut masih bertambah parah di Jepang, kondisi membaik di Inggris dan masih aktif di Amerika Serikat.Flu jarang menyerang di semua ketiga negara itu pada Agustus. Pabrik global menduga tak dapat menyediakan vaksin tersebut sampai akhir September atau Oktober.
ant/rtr/kpo


Dari Republika online

Kamis, 30 Juli 2009

SETETES DARAH ANDA BERGUNA UNTUK SESAMA


Ketua penyelenggara donor darah dr. Adi Ayu MP SpPD











Ibu Samatha menyempatkan untuk menyumbangkan darah nya walaupun kelihatan takut..













Petugas perawat dan Security RS Puri Indah




Panitia Donor darah dan petugas PMI 30 jully 2009






PANITIA DONOR DARAH 30 jULLY 2009











sukarelawan dan sukarelawati (Ibu Debby, Pak Ferdinan, Ibu Elfrida)







Kamis, 30 Jully 2009, lantai 5 RS Puriindah terlihat meriah dengan kedatangan sukarelawan yang ingin menyumbangkan darah bagi yang membutuhkan, bekerja sama dengan PMI setempat RS Puri Indah menyelenggarakan donor darah bagi karyawan dan umum Terlihat di sana spanduk bertuliskan SETETES DARAH ANDA BERGUNA UNTUK SESAMA mulai dari Bill Board hingga spanduk di tempat penyelenggaraan


Tujuan utama diadakannya donor darah tersebut adalah untuk membantu PMI dalam ketersediaan stok darah. Acara donor darah ini tepatnya diadakan di ruang sebaguna ”CEMPAKA” lt 5 RS Puriindah (Pondok Indah Healthcare group) Ini adalah kali ke dua penyelenggaraan Donor Darah di RS Puri Indah

Respon yang datang dari berbagai pihak sangat baik. Hal ini terbukti dengan antrian panjang para pendonor. Acara yang dimulai pukul 10.00 dan berakhir pukul 15.00 pada pukul 9:00 sudah dipenuhi oleh pendonor berhasil mengumpulkan kantong darah sebanyak 206 kantong. Meskipun antrian masih panjang seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, panitia terpaksa menghentikan acara karena waktu yang disediakan pihak PMI terbatas dan tempat tidur yang disediakan hanya 10 tempat tidur serta keterbatasan tenaga PMI. Hal ini sangat disayangkan karena masih banyak peserta yang mendaftar dan tidak sempat ditangani .

Penyelenggaraan ini terlihat sukses disebabkan karena minat dan kesadaran warga RS Puri Indah dan sekitarnya untuk membantu sesama juga dikarenakan oleh publikasi pra acara yang proaktif seperti pemasangan Pamflet-pamflet dan poster-poster yang sudah mewarnai seluruh penjuru Puri Indah sejak beberapa minggu sebelumnya. Terlihat kesiapan kepanitiaannya sangat siap dan profesional Bahkan pada satu hari sebelum pelaksanaan dan juga saat acara berlangsung masih tetap dilakukan anjuran-anjuran leawat mulut ke mulut maupun menggunakan fasilitas facebook yang saat ini sedang digandrungi berbagai kalangan

Acara ini berjalan cukup lancar. Pendonor yang telah selesai mendonorkan darahnya sebelum pergi disediakan minuman hangat dan dingin, vitamin, mie instant serta makanan fast food Jepang oleh RS Puri Indah dan PMI, disamping itu terlihat ada partisipasi sebuah perusahaan MLM yang cukup diperhitungkan di Indonesia menyediakan minuman tambahan

Penyelenggaraann donor ini akan dilanjutkan 3 bulan mendatang tentunya dengan persiapan yang lebih matang dan penyelenggaraan yang lebih sempurna lagi, Bravo Donor Darah RS Puriindah


Posted by pharmacy RS Puriindah

Selasa, 14 Juli 2009

TAMIFLU SANG PENYERANG VIRUS INFLUENZA

MENYERANG



TAMIFLU ®(oseltamivir phosphate)
Obat antivirus untuk pencegahan penyakit flu (yang disebabkan oleh virus influenza)
Tamiflu ® (oseltamivir phosphate) adalah antivirus oral yang pertama yang dipergunakan untuk terapi dan pencegahan influenza. Tamiflu masuk dalam kelompok obat yang dikenal sebagai penghambat neuraminidase (neuraminidase inhibitors - NAIs). NAIs dirancang untuk secara spesifik menyerang virus influenza dan memcegah replikasi virus dalam tubuh dengan menyerang satu dari dua struktur permukaan virus influenza yaitu protein neuraminidase.
Neuraminidase memampukan virus untuk terus menginfeksi sel ‘induk semang’. Jika neuraminidase dihambat, virus tidak akan mampu keluar dari sel ‘induk semang’ dan mati, sehingga virus tidak dapat menyebar dan menginfeksi sel lain dalam tubuh. Berbeda dengan antivirus lama, penghambat M2, NAIs efektif melawan virus influenza jenis A dan B.
Tamiflu: Kemanjuran Tamiflu dirancang untuk efektif melawan semua jenis virus influenza yang relevan secara klinis.2 Tamiflu telah memperlihatkan efektifitas klinis untuk terapi influenza pada orang dewasa dan anak-anak diatas satu tahun serta untuk pencegahan influenza pada orang dewasa dan remaja diatas 13 tahun.
Tamiflu memberikan:
  • 38 persen pengurangan tingkat keparahan gejala 3
  • 67 persen pengurangan komplikasi sekunder seperti bronkitis, pneumonia dan sinusitis 4
  • 37 persen pengurangan durasi sakit influenza 5


Pada anak-anak Tamiflu memberikan:

  • 26 persen pengurangan keparahan dan durasi gejala influenza 6
  • 44 persen pengurangan insidens yang dihubungkan dengan otitis media dibandingkan dengan terapi standar 7


Manfaat Tamiflu tidak hanya terbatas pada pengurangan gejala influenza. Bukti-bukti menunjukkan bahwa terapi dengan Tamiflu menurunkan terjadinya komplikasi pada saluran pernapasan bawah sekunder, bronkitis, pneumonia dan lamanya perawatan di rumah sakit 4,8,9,10. Data baru memperlihatkan bahwa Tamiflu dihubungkan dengan pengurangan risiko sehubungan dengan komplikasi influenza serta risiko kematian yang signifikan. 11,12.
Pada studi klinis, Tamiflu memperlihatkan efektifitas yang tinggi, ditoleransi dengan baik serta memiliki profil keamanan yang baik. 13.


Tamiflu: Perannya dalam penatalaksanaan pandemi influenzaDalam hal terjadi pandemi, World Health Organization (WHO) memperkirakan perlu waktu sampai enam bulan untuk mengisolasi serta memproduksi vaksin yang tepat untuk jenis virus yang menyebabkan pandemi 14. Selam a periode enam bulan tersebut, selama vaksin sedang dikembangkan, anti virus memiliki peranan utama dalam fase awal pandemi. Tamiflu telah diujicoba oleh WHO melawan beragam jenis virus influenza dan telah terbukti efektif melawan jenis virus inluenza H7 dan H9. Data terbaru juga memperlihatkan bahwa Tamiflu efektif melawan jenis virus flu burung H5N1 15 yang saat ini tengah berjangkit di Asia Tenggara.

Penyediaan anti virus seperti Tamiflu telah direkomendasikan oleh PBB (atau WHO ???) sejak 1999 sebagai bagian dari “Pandemic Preparedness Plan” 16, yang dikembangkan untuk membantu pemerintah dalam persiapan mereka menghadapi pandemi.

Tamiflu: Dosis dan Pemberian Tamiflu diberikan secara oral dalam bentuk kapsul (75 mg), yang mampu mencapai semua tempat infeksi dalam tubuh dimana virus menggandakan diri 17. Dosis terapi pada orang dewasa adalah satu kapsul dua kali sehari selama lima hari. Terapi harus diberikan sedini mungkin setelah munculnya gejala. Semakin dini oseltamivir diberikan, semakin cepat pasien pulih dari influenza. Untuk pencegahan influenza, dosis Tamiflu adalah satu kapsul sehari selama 7 hari sampai paling lama enam minggu.


Tamiflu: KeamananHasil studi klinis terapi memperlihatkan bahwa Tamiflu dapat ditoleransi dengan baik, dengan sedikit jumlah pasien yang dilaporkan mengalami efek samping ringan sementara, umumnya mual ringan atau muntah – (perlu diingat bahwa influenza juga dapat mengakibatkan orang merasa mual ). Selama penggunaan jangka panjang untuk studi profilaksis , kejadian ini dilaporkan sama antara Tamiflu dan plasebo. Efek samping tidak dihubungkan dengan pengunduran diri penderita dari studi dan ditemukan juga bahwa meminum obat bersamaan dengan makanan dapat meningkatkan toleransi 13.


Tamiflu: Pendaftaran Tamiflu tersedia untuk terapi influenza pada orang dewasa dan anak diatas 1 tahun. Lebih dari 33 juta pasien telah diterapi dengan Tamiflu di lebih dari 60 negara termasuk Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia, Uni Eropa, Swiss, Amerika Latin dan Indonesia. Tamiflu juga dietujui di Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk pencegahan influenza pada remaja diatas 13 tahun








  1. Oxford JS et al. Targeting influenza virus neuraminidase-a new strategy for antiviral therapy. Drug Discovery Today. 1998:3 (10) 448-456


  2. Treanor JJ et al. Efficacy and safety of the oral neuraminidase inhibitor oseltamivir in treating acute influenza: a randomized, controlled trial. JAMA 2000;283:1016–24


  3. Kaiser et al . Impact of Oseltamivir treatment on influenza-related lower respiratory tract complications and hospitalisations. Arch.Intern.Med. 163:1667-1672 (2003)


  4. Nicholson KG et al. Efficacy and safety of oseltamivir in treatment of acute influenza: a randomised controlled trial. Lancet 2000; 355:1845–1850


  5. Whitely RJ, Hayden FG et al; Oral oseltamivir treatment of influenza in children, Pediatr Infect Dis J 2000; 20: 122-133 Roche data on file, 2003


  6. Nicholson KG et al. Efficacy and safety of oseltamivir in treatment of acute influenza: a randomised controlled trial. Lancet 2000; 355:1845-1850


  7. Whitely RJ, Hayden FG et al; Oral oseltamivir treatment in children, Paediatric Infectious Disease Journal 2000; 20: 122-133


  8. Nordstrom BL, Sung L, Suter P et al. Risk of pneumonia and other complications of influenza-like illness in patients treated with oseltamivir. Current Medical Research and Opinions (2005) 21 (5) 761 - 768


  9. Nordstrom BL, Zhu S, Smith JR. Reduction of influenza complications following oseltamivir use. Abstract submitted to 2 nd European Influenza Conference, 2005.


  10. McGeer A, Green K, Eunson L, Gebert C, Ma A, Plevneshi A, Shigayeva N, Siddiqi N, Low D. Clinical features of laboratory confirmed influenza illness requiring hospital admission in Ontario, Canada: implications for treatment recommendations. Poster submitted to 2 nd European Influenza Conference 2005.


  11. Dutkowski R. Safety and pharmacology of Oseltamivir in clinical use. Drug Safety 2003:26(11) 787-801
    WHO Consultation On Priority Public Health Interventions


  12. Yen H-L, Monto AS , Webster RG, Govorkova EA (2005). Virulence may determine the necessary duration and dosage of oseltamivir treatment for highly pathogenic A/Vietnam/1203/04 influenza virus in mice. J Infect Dis 192: 665-672.
    http://www.who.int/csr/resources/publications/influenza/en/whocdscsredc991.pdf


  13. Kurowski, M et al. Oseltamivir distributes to influenza virus replication sites in the middle ear and sinuses. Clin.Drug.Invest. 2004:24 (1) 49-53

Senin, 08 Juni 2009

HATI HATI OBAT PALSU


Obat yang baik adalah obat yang terjaga kualitasnya mulai dari sumber yang benar, pembuatan bahan baku, distribusi bahan baku formulasi yang tepat, pembuatan yang baik, quality control , quality asurance yang baik dari produsen yang saat ini sudah tertata dengan baik di Indonesia, sekecil apapun produsen obat harus melaksanakan CPOB (Cara pembuatan Obat yang Baik), CPOB di Indonesia sudah mulai bisa diyakinkan sebab setiap produsen obat harus melalui penyaringan cGMP (current Good Manufacturing Practice) dimana DepKes, dalam hal ini BPOM sudah menjalankan Industrial Mapping ke seluruh Industri farmasi dan mengeluarkan rekomendasi ada diposisi manakah produsen tersebut dalam melaksanakan kelayakan pembuatan obat

Apakah sudah cukup dengan pembuatan obat yang baik ? sama sekali tidak sebab obat sangat rawan dengan suhu, kelembaban cahaya serta faktor alam yang lainnya sehingga BPOM saat akan mengeluarkan izin edar obat akan memeriksa uji stabilita setiap obat bila sudah lulus uji stabilita maka obat tersebut akan di luncurkan denga masa edar atau expired date di dipercepat

Salah satu yang membuat waktu expired date menjadi berkurang adalah penyimpanan yang kurang baik, suhu tidak terjaga, kelembaban tidak terpantau dan tidak terlindung dari cahaya

Apotik atau Instalasi farmasi yang baik akan menelusuri serta menjaga kualitas obatnya dengan berpartner dengan distribusi yang baik untuk memperoleh obat yang baik dan terjaga mutu nya mulai dari audit pengiriman ke apotik maupun mampu telusur data pengiriman dari pabrik ke distributor

Bagaimanakah mengenali obat yang baik :
  • Pastikan Produsen yang membuat
  • Pastikan bahwa obat terdaftar di BPOM
    (lihat no registrasi atau Nomor Ijin Edar (NIE) di setiap kemasan)
  • Pastikan bukan obat selundupan
  • Pastikan obat diperoleh dari apotik
    resmi atau instalasi farmasi rumah sakit
  • Pastikan harga obat yang wajar tidak
    terlalu murah (lihat di HET pada unit
    terkecil )
  • Pastikan Kemasan utuh dari setiap unit
    terkecil produk
  • Pastikan obat tidak dalam masa tanggal
    kadaluarsa obat (expiry date)


Apakah Obat palsu ?



Obat Palsu menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1010/2008 adalah:Obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar.


Obat Palsu menurut World Health Organization (Badan Kesehatan Dunia) adalah :
Obat-obatan yang secara sengaja penandaannya dipalsukan, baik identitasnya maupun sumbernya".


Praktek pemalsuan bisa terjadi pada merek dan produk obat paten maupun obat generik dengan berbagai macam kriteria pemalsuan

  • tanpa zat aktif (Placebo)
  • kadar zat aktif kurang
  • zat aktifnya berlainan
  • zat aktifnya sama dengan kemasan dipalsukan
  • sama dengan obat asli (tiruan) kualitas yang sangat berbeda


Apakah Obat Aspal ?


Obat Aspal adalah obat asli dari pabrikan, yang diselundupkan.
Tidak terdaftar di Indonesia, belum disesuaikan dengan peraturan lokal: halal, stabilitas karena penyimpanan dan kemasan yang kurang baik, dll. Obat palsu seolah-olah asli selundupan dari luar negeri


Resiko pemakaian Obat palsu sangat beresiko tinggi, hindari permakaian obat palsu dengan selalu mendapatkan obat dari sumber yang resmi

hati-hati :

" OBAT PALSU lebih berbahaya daripada UANG PALSU "



Pharmacy RS Puriindah



Nutwuri Andayana

Rabu, 27 Mei 2009

OBAT RACIKAN

Sediaan obat jadi terdiri dari kapsul, tablet, syrup, suppositoria salep, krim serta sediaan lainnya dalam kemasan utuh dari pabrik dan menjamin sediaan ini aman hingga ke end user diluar sediaan ini ternyata masih ada obat racikan yang di Indonesia masih merupakan hal yang biasa walaupun sebenarnya masih banyak pro dan kontra

Apakah Obat Racikan itu ?

Obat Racikan adalah bahan atau paduan bahan dengan dosis tertentu dapat mengobati pasien dengan sekali pemberian, tujuannya adalah untuk mempermudah pemberian kepada pasien atau beberapa campuran yang tidak tersedia dalam sediaan tetapi para dokter mempunyai kombinasi yang dirasa pas untuk indikasi tertentu, Biasanya resep racikan datang dari dokter spesialis anak (puyer) dan dokter spesialis kulit kelamin (salep/bedak). dan masih ada beberapa dokter lain yang masih menggunakan racikan ini

Pembuat Obat apapun skala produksinya harus memiliki standar pembuatan yang dikenal dengan cGMP (curent Good Manufacturing Practice atau di Indonesia dikenal dengan CPOB (Cara Pembuatan Obart yang Baik), standar ini sangat fokus akan keselamatan pasien, baik dosis, stabilitas produk, expire date, hygiene semua ini dijaga hingga pada pasien

Pertanyaannya adalah, mampukah apotek menerapkan standar CPOB dalam membuat resep racikan ?
Kalau mau jujur jawabannya adalah tidak. Pedoman penerapan CPOB tidak mungkin diterapkan di apotek. Dalam CPOB, semua obat harus diproduksi minimal dalam ruangan grey area. Merubah bentuk sediaan (seperti membuat puyer) analoginya sama dengan memproduksi. Karena sediaan oral maka dibutuhkan ruangan dengan standar grey area. Mustahil apotek memiliki grey area. Kalaupun ada biaya yang dikeluarkan sangat tidak ekonomis dan akan membuat biaya dari racikan ini sangat tinggi


apakah kombinasi obat dalam resep racikan bersifat rasional?

Jawaban sementara belum tentu. Artinya perlu dilihat dulu kasus per kasus. Mengapa saya pertanyakan demikian? Mudah sekali jawabannya. Bila kombinasi obat dalam resep racikan rasional, tidak mungkin para industriawan melewatkan begitu saja kesempatan mengembangkan produk. Industri farmasi lokal butuh produk baru. Untuk mengembangkan molekul baru belum mampu. Yang paling mudah adalah pengembangan formulasi. Kalau kombinasi obat dalam resep racikan bersifat rasional pasti industri farmasi tidak akan menyia nyiakan kesempatan itu. Dan Badan POM tentunya akan memberi ijin untuk memproduksi secara massal.

Melihat hal diatas kita harus mulai memilih obat apakah yang harus kita konsumsi dan kita sudah harus sedikit bergeser untuk menggunakan obat jadi dan harus perlahan meninggalkan budaya obat racikan di apotik dan mulai menggunakan obat jadi yang hingga saat ini sudah menyentuh angka puluhan ribu jenis




Nutwuri Andayana

Pharmacy RS Puri Indah

Senin, 25 Mei 2009

Praktek Bersama (Apoteker & Dokter)

Diskusi tentang fenomena apotek tanpa resep dan dokter dispensing mengerucut pada usulan dan pertanyaan dari sejawat Dr Budiarto sebagai berikut “ Yth. Apoteker, untuk menyelesaikan masalah ini, saya mengusulkan : jika seorang dokter (dispensing) melakukan praktek, mempunyai pasien lebih dari 30 perhari, harus mempunyai seorang apoteker, ..bagaimana pendapat bapak ? “. Usulan tersebut diajukan melalui tulisan
Menurut pendapat saya, usulan tersebut merupakan sebuah bentuk legalisasi atas praktek dokter dispensing di daerah yang terjangkau oleh apotek. Tapi dilain pihak bisa juga sebaliknya, yaitu legalisasi apotek tanpa resep. Apotek tertentu yang secara ekonomis telah sehat bisa saja menyediakan layanan dokter (cuma-cuma) untuk meresepkan obat yang dibutuhkan konsumen yang datang ke apotek untuk membeli obat daftar G.
Bila mengacu pada pendapat saya diatas, mohon maaf, saya kok merasakan bahwa istilah legalisasi tidak lebih dari upaya membenarkan sesuatu yang salah ya ? Isinya tetap namun bungkusnya diubah, jadi begitu bungkusnya terbuka isinya sami mawon. Iya kan…?
Esensi dokter menuliskan resep dan kemudian apotek menyediakan obat sesuai permintaan tertulis dokter dalam resep adalah untuk memastikan kualitas pelayanan kesehatan seorang pasien. Dokter memilihkan obat yang sesuai yang dibutuhkan pasien atas dasar diagnosa yang ditegakkan.

Apoteker di apotek bertanggungjawab untuk memeriksa kebenaran dan kerasionalan resep yang diterimanya. Pemisahan aktivitas tersebut merupakan cara yang efektif bagi proses penjaminan kualitas untuk sebesar-besarnya keuntungan pasien.
Kolaborasi dokter - apoteker dengan demikian merupakan hal yang mutlak diperlukan demi tercapainya kualitas layanan yang optimal bagi pasien. Dalam konteks ini agar bentuk kolaborasi yang terjadi benar-benar bisa bebas nilai maka kedua belah pihak, baik dokter maupun apoteker, haruslah sama sama tidak memiliki konflik kepentingan. Hal yang mudah ditulis dan diucapkan tapi belum tentu mudah dipraktekkan.

Sebagai misal bisa kita lihat contohnya di rumah sakit. Bila tidak ada program standarisasi obat bisa dibayangkan berapa besar gudang yang dibutuhkan oleh instalasi farmasi untuk menyimpan obat-obatan yang digunakan. Juga berapa besar modal kerja yang mesti dibutuhkan rumah sakit.

Program standarisasi obat di rumah sakit antara lain bertujuan untuk mengendalikan banyaknya jenis dan merek obat yang digunakan oleh rumah sakit. Pertanyaannya, apakah dalam proses standarisasi bisa dijamin bebas konflik kepentingan ?
Dalam konteks serupa, praktek dokter-apoteker dalam satu atap adalah miniatur dari rumah sakit. Demi efisiensi apotek, rasanya hampir tidak mungkin keduanya tidak saling “sepakat” untuk menentukan jenis dan jumlah obat yang harus disediakan oleh apotek.
Apakah ini salah ? Tidak selalu, sepanjang unsur objektifitas tetap dijunjung tinggi.
Dengan ilustrasi demikian nampaklah bahwa legalisasi dokter dispensing maupun apotek tanpa resep bukanlah penyelesaian terhadap kesemrawutan sistem yang ada. Salah satu penyebabnya adalah masih terbatasnya penerapan asuransi kesehatan di negara kita. Karena mayoritas masyarakat membayar sendiri biaya pengobatannya, maka disitulah sumber segala kesempatan berawal.
dari PORTAL APOTEKER Indonesia

Tradisi Menulis Resep Obat Perlu Dikoreksi


Kurangnya informasi terhadap bukti ilmiah baru tentang obat dan farmakoterapi tampaknya tetap menghantui kalangan professional kesehatan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Meskipun hampir semua jurnal biomedik dan buku-buku teks kedokteran telah tersedia dalam bentuk elektronik dan dengan mudah diakses melalui internet, namun kendala biaya, bahasa, perangkat komputer fasilitas akses internet tampaknya belum akan teratasi hingga 10-15 tahun ke depan. Bahkan tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil dikhawatirkan semakin jauh dari konsep-konsep farmakoterapi berbasis bukti yang mutakhir.
Ironisnya, kelemahan inilah yang dimanfaatkan duta-duta farmasi sebagai peluang dan secara gencar membanjiri para dokter dengan informasi-informasi tentang obat mereka. Sayang, informasi ini umumnya unbalanced, cenderung misleading atau dilebih-lebihkan, dan berpihak pada kepentingan komersial.

“Penggunaan informasi seperti ini jika ditelan begitu saja akan sangat beresiko dalam proses terapi,” ungkap Prof dr Iwan Dwiprahasto MMedSc PhD, Senin (7/1) di ruang Balai Senat UGM.
Wakil Dekan Bidang Akademik & Kemahasiswaan FK UGM menyampaikan hal itu saat dikukuhkan sebagai Guru Besar FK UGM. Ketua Komite Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan RSUP Dr Sardjito ini, mengucap pidato “Farmakoterapi Berbasis Bukti: Antara Teori dan Kenyataan”.
Diungkapkannya, keterbatasan informasi ini menjadikan off-label use of drug sangat marak dalam praktek sehari-hari. Off-label use adalah penggunaan obat di luar indikasi yang direkomendasikan. Obat yang sering digunakan secara off label antara lain antihistamin, antikonvulsan, antibiotika, serta obat flu dan batuk.

“Berbagai obat kardiovaskuler pun tergolong sangat sering digunakan secara off label, antara lain antiangina, antiaritmia, dan antikoagulan. Gabapentin yang hanya diindikasikan untuk adjunctive therapy pada partial seizures dan untuk postherpetic neuralgia ternyata telah digunakan secara off label untuk kondisi lainnya, termasuk diantaranya monoterapi pada epilepsy, restless leg syndrome, bipolar disorder, migraine, dan kejang karena putus alkohol,” ujar Iwan Dwiprahasto.

Suami dr Adi Utarini MSc MPH PhD, ayah Putri Karina Larasati lebih lanjut menerangkan berbagai penggunaan obat di luar dosis yang direkomendasikan, termasuk pula dalam katagori ini. Banyak praktek-praktek kefarmasian di apotek tergolong off label use.
“Menggeruskan tablet untuk dijadikan puyer, kapsul, bahkan sirup untuk sediaan anak, atau menggeruskan tablet atau kaplet untuk dijadikan saleb dank rim adalah bentuk off label use yang jamak ditemukan. Hal itu telah telah terjadi secara turun menurun, berlangsung selama puluhan tahun tanpa ada yang sanggup menghentikannya,” terang pria kelahiran Surabaya, 8 April 1962 ini.

Kata Prof Iwan, melestarikan penyimpangan, menikmati kekeliruan, dan mengulang-ulang kesalahan tampaknya sudah menjadi hedonisme peresepan. “Yang satu mengajarkan dan yang lain mengamini sambil menirukan. Itulah cara termudah untuk mendiseminasikan informasi yang tidak berbasis bukti,” kata Ketua Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) ini.
Menulis resep, kata Prof Iwan, seolah telah menjadi tradisi ritual yang tidak bisa dikoreksi. Tulisan yang sulit dibaca seolah menjadi bagian dari sakralisasi peresepan.

“Padahal bahaya mengintai dimana-mana. Resep yang sulit dibaca akan membuat pembacanya (asisten apoteker dan apoteker) mencoba menduga, menebak, dan akhirnya memaksakan diri untuk menterjemahkan dalam bahasa sendiri yang berdampak fatal jika keliru,” tambahnya lagi.
Terlalu banyak nama obat mirip satu dengan yang lain, tetapi isinya sama sekali berbeda. Losec® yang berisi omerprazole (untuk gangguan lambung) sering keliru dibaca sebagai sebagai Lasix® yang berisi furosemida (diuretika). Feldene® yang merupakan suatu AINS sering keliru terbaca sebagai Seldane® yang berisi terfenadine (suatu antihistamin). Sotatic® yang berisi metoclopramide (obat antimuntah) sering keliru dibaca menjadi Cytotec® (berisi misoprostol) yang dapat menyebabkan terjadinya aborsi jika diberikan pada ibu hamil.

Oleh karena itu, menurut Prof Iwan Dwiprahasto kebiasaan keliru menuliskan aturan resep 3 kali sehari (signa 3 dd 1) seharusnya mulai ditinggalkan dan diganti menjadi diminum tiap 8 jam. Pun dengan obat yang diberikan 2 kali sehari, seharusnya bisa ditulis tiap 12 jam dan seterusnya.

“Menulis resep dalam bentuk campuran (beberapa jenis obat digerus dijadikan satu sediaan puyer atau sirup) perlu untuk segera dikoreksi, karena termasuk off label use. Jika praktek-praktek primitive semacam itu tetap dipertahankan, maka keselamatan pasien (patient safety) tentu akan jadi taruhannya,” tandasnya.

Di akhir pidatonya, Prof Iwan mengajak para professional kesehatan untuk senantiasa mengacu pada bukti-bukti ilmiah terkini. “Keeping up to date” bukanlah sekedar slogan tapi merupakan prasyarat fundamental dalam implementasi Evidence Based Medicine (EBM).
“Memang tidak semua hasil uji klinik obat dapat langsung diterima sebagai bukti ilmiah yang valid. Hasil uji klinik obat tetap harus ditelaah dengan kritis untuk mengetahui validitas metode dan hasilnya,” tukas Direktur Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit (CE&BU) FK UGM/RSUP Dr Sardjito 2000-2006 ini. (Humas UGM).

Peredaran Obat Palsu Tembus Jaringan Resmi Farmasi

Peredaran obat palsu di Jawa Tengah saat ini ditengarai sedang menggejala. Meskipun jumlahnya tidak terlampau besar, namun peredaran obat palsu mampu menembus jaringan farmasi yang resmi. Demikian diungkap oleh Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan Jawa Tengah, Maringan Silitonga.“Salah satu contohnya, kita sempat menemukan vaksin palsu di Karanganyar beberapa waktu lalu,” kata Maringan Silitonga.
Vaksin palsu tersebut diedarkan oleh salah satu perusahaan perdagangan besar farmasi berinisial D. Akibatnya, Balai POM Jawa Tengah terpaksa mencabut ijin operasi perusahaan tersebut semenjak dua minggu lalu untuk mempermudah proses pemeriksaan.Parahnya, obat yang paling sering dipalsukan merupakan obat yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter. “Untuk obat bebas kita justru belum pernah menemukan,” kata Maringan. Yang menghawatirkan, obat palsu tersebut ternyata juga diedarkan oleh pedagang farmasi yang resmi.
Menurut Maringan, kemungkinan pedagang farmasi tersebut membeli obat-obatan dari distributor yang tidak resmi.“Mereka tergiur oleh harga yang lebih murah,” kata Maringan memperkirakan alasan perusahaan farmasi membeli obat palsu dari distributor yang tidak resmi. Peredaran akan semakin marak jika stok obat asli yang dipalsukan dipasaran sedang dalam keadaan kosong atau menipis. Maringan menyebutkan, jenis obat yang paling sering dipalsukan merupakan obat antibiotik, obat antibakteri dan penghilang nyeri dan rematik.Sayangnya, Maringan tidak menyebut jumlah peredaran obat palsu secara pasti. “Sebenarnya jumlahnya hanya sedikit,” kata Maringan.
Hanya saja karena berkaitan dengan keselamatan jiwa, peredaran obat palsu dalam jumlah kecil pun seharusnya tidak bisa ditoleransi. Dirinya juga tidak bisa memperkirakan siapa pelaku pemalsuan obat tersebut. “Bisa dari dalam atau luar negeri,” kata Maringan.Karena merupakan komoditas yang spesifik, konsumen kesulitan dalam membedakan antara obat asli dengan obat palsu. “Tidak dapat dibedakan dengan kasat mata dan harus melalui uji laboratorium,” kata Maringan. Dirinya menyarankan, agar konsumen membeli obat dari apotik yang resmi, walaupun di apotik resmi tidak menutup kemungkinan juga terdapat obat palsu. “Tapi kemungkinannya lebih kecil,” kata Maringan.Sedangkan Ketua Gabungan Pengusaha Farmasi Surakarta, Singgih Hartono mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan pembinaan kepada para anggotanya. “Kita dorong agar mereka membeli obat kepada distributor yang legal,” kata Singgih.Hanya sayangnya, hingga kini belum semua pengusaha di bidang farmasi telah bergabung pada asosiasi tersebut. Menurut Singgih, dari 158 perusahaan di bidang farmasi di Surakarta, baru 58 perusahaan yang telah bergabung.Dirinya merinci, untuk industri farmasi seluruhnya telah bergabung dengan GP Farmasi. Sedangkan Pedagang Besar Farmasi juga telah 90 persen bergabung, Apotik baru 40 persen yang bergabung, sedangkan toko obat baru 60 persen yang bergabung.
dari TEMPO Interaktif , Surakarta, 11 Mei 2009

Minggu, 10 Mei 2009

OBAT MULUT DAN TENGGOROKAN

OBAT MULUT DAN TENGGOROKAN

Berikut beberapa obat mulut dan tenggorokan yang beredar di Indonesia :

Povidon Iodida

Kegunaan:
Untuk kesehatan mulut terutama selama dan sesudah pencabutan gigi atau operasi pada mulut.
Untuk pengobatan infeksi ringan pada mukosa mulut dan faring.
Tidak boleh digunakan pada:
Anak dibawah 6 tahun
Penderita yang alergi terhadap Iodida
Penggunaan secara rutin pada penderita gangguan tiroid, wanita hamil dan menyusui
Hal yang perlu diperhatikan:Tidak boleh digunakan jangka panjang lebih dari 2 minggu, karena dapat diabsorpsi dan menimbulkan efek serius yang tidak diinginkan.
Efek yang tidak diinginkan:Iritasi mukosa, reaksi alergi, pemakaian jangka lama menimbulkan efek sistemik seperti: asidosis metabolik, gangguan ginjal.
Aturan pemakaian:Dewasa dan anak-anak diatas 6 tahun:
Tanpa diencerkan Gunakan povidon iodida 10 ml.
Diencerkan dengan air hangat dengan volume yang sama misalnya povidon iodida 10 ml diencerkan dengan air 10 ml. Kemudian dikumur selama 10 - 30 detik, dapat diulang sampal 4 kali sehari.

Heksetidin

Kegunaan:
Untuk infeksi ringan pada mulut dan tenggorokan, misalnya radang gusi, radang sekitar gigi, sariawan, radang selaput lendir mulut, radang tenggorokan dan radang amandel.
Sebagai pembilas sebelum dan sesudah pencabutan gigi
Menjaga kebersihan mulut sesudah menjalani operasi amandel dan operasi tenggorokan.
Tidak boleh digunakan pada:Penderita yang alergi terhadap komponen obat ini Efek yang tidak diinginkan: Walaupun jarang, tetapi dapat terjadi reaksi alergi.
Aturan pemakaian:Kumur sebanyak 15 ml tanpa diencerkan selama 30 detik, pada pagi dan malam hari. Lebih baik jangan bilas dengan air setelah kumur.

Mikonazol

Kegunaan:Untuk pengobatan kandidiasis pada rongga mulut.
Efek yang tidak diinginkan:Iritasi lokal dan reaksi alergi.
Aturan pemakaian:Dioleskan pada daerah mulut yang sakit 2 - 4 kali sehari
Dekualinum
Kegunaan:Keradangan ringan pada rongga mulut dan tenggorokan, seperti ginggivitis, periodontitis, faringitis, laringitis dan stomatitis, walaupun bukti klinis belum pasti.
Tidak boleh digunakan pada: Penderita yang alergi terhadap komponen obat ini.
Efek yang tidak diinginkan:Ulserasi dan nekrosis
Aturan pemakaian:Satu tablet dibiarkan melarut perlahan-lahan di dalam mulut. Ulangi setiap 3 - 4 jam, atau sesuai dengan petunjuk dokter. Jangan melebihi 8 tablet sehari.
Benzidamina-HCI
Kegunaan:Keradangan ringan pada rongga mulut dan tenggorokan, seperti ginggivitis, periodontitis, faringitis, laringitis dan stomatitis.
Hal yang perlu diperhatikan:Tidak dianjurkan untuk anak dibawah 5 tahun.
Efek yang tidak diinginkan:Iritasi pada lidah.
Aturan pemakaian:Tanpa diencerkan, kira-kira 1 sendok makan (15 ml) dikumur selama 1 menit, lalu dibuang. Sehari 2 -3 kali.
Gentian Violet
Kegunaan:Antiinfeksi topikal.
Hal yang Perlu diperhatikanTertelannya gentian violet dapat menyebabkan esofagitas, laringitas, dan trakheitas, bisa juga menyebabkan mual, muntah, diare dan nyeri perut.
Efek yang tidak diinginkan:Tertelannya gentian violet dapat menyebabkan esofagitis, laringitis dan trakheitis, bisa juga menyebabkan mual, muntah, diare dan nyeri perut.
(dari medicastore.com)

Rabu, 29 April 2009

Flu Babi sampai ke Arab

FLU BABI TELAH MERAMBAH NEGARA-NEGARA ARAB

Semakin banyak negara yang mengonfirmasi kasus flu babi. Sebarannya kini sudah merambah Timur Tengah dan Asia Pasifik. Spanyol pun telah mengonfirmasi kasus kedua.
Israel, Selasa (28/4), mengonfirmasi kasus pertama flu babi di negara itu dan di kawasan Timur Tengah. Seorang pria yang baru-baru ini kembali dari Meksiko telah positif terjangkit virus flu babi.

”Sekarang flu babi sudah resmi tiba di Israel,” sebut laporan di radio militer.
Seorang pria berusia 49 tahun yang baru-baru ini ke Meksiko saat ini tengah dikarantina di sebuah rumah sakit dan menjalani sejumlah tes.
Di kawasan Pasifik, Selandia Baru melaporkan tiga orang positif terjangkit flu babi. Menteri Kesehatan Tony Ryall mengatakan, itu merupakan kasus pertama flu babi di Selandia Baru.
Terdapat 10 orang yang diduga terjangkit virus flu babi, yaitu sembilan pelajar dan seorang guru. Mereka adalah bagian dari kelompok wisata sebuah sekolah menengah di Auckland yang kembali dari Meksiko, Sabtu.

Pasangan asal Skotlandia, Iain dan Dawn Askham, juga positif terjangkit flu babi. Menteri Kesehatan Skotlandia Nicola Sturgeon mengatakan, keduanya kembali dari bulan madu di Cancun, kawasan resor di tenggara Meksiko.

Spanyol mengonfirmasi kasus kedua flu babi di negara itu. Kasus pertama flu babi di Spanyol juga merupakan kasus pertama flu babi di Eropa. Pasien terkini adalah seorang laki-laki berusia 23 tahun dari Valencia yang kembali dari Meksiko. Menteri Kesehatan Spanyol Trinidad Jimenez mengatakan, ada 32 orang lain yang diduga terjangkit flu babi sekembali dari Meksiko.
Di Meksiko, pusat penularan virus, jalan-jalan terlihat lengang. Restoran, bar, gedung bioskop, stadion, dan kantor pemerintah di Mexico City ditutup untuk mengurangi penyebaran virus flu babi.

Sekolah ditutup hingga 6 Mei. Banyak orang yang memilih bekerja dari rumah dan mengenakan masker jika bepergian keluar rumah.

Sumber: Kompas.com

Apakah Flu Babi itu


beberapa waktu ini, Dunia sangat dikejutkan dengan munculnya virus Flu baru yang pertama kali muncul di Meksiko yaitu virus Flu Babi.
Di Meksiko, virus flu babi ini sudah menewaskan hingga lebih dari 80 orang dan sudah menyerang ribuan orang lainnya. Yang lebih mengejutkan ternyata virus ini sudah menyerang ke negara lain yaitu Amerika.
Pemerintah AS mengumumkan bahwa virus flu babi ini telah ditemukan di daerah New York, Ohio, Kansas, California dan Texas namun belum ada laporan tentang adanya korban jiwa. Beberapa negara lain seperti Spanyol dan Kanada juga melaporkan dugaan adanya virus tersebut.

Apa itu Flu Babi?

Flu babi merupakan penyakit pernafasan yang sering diidap oleh babi. Biasanya virus flu babi ini tidak mudah menular pada manusia apalagi sampai menyebabkan kematian. Babi yang mengidap flu ini persentase kematiannya hanya sekitar 1-4% saja (berdasarkan data WHO).
Flu babi yang saat ini menyerang masyarakat meksiko berbeda dengan flu biasa yang diderita manusia dan babi. Flu ini terdiri dari genetik babi, burung dan manusia, dimana jenis baru ini bisa menular antar manusia.

Babikah pembawa virus ini?Babi sering kali dikatakan sebagai “ladangnya virus”. Burung tidak bisa menularkan virus flunya kepada manusia, sedangkan babi sangat rentan mengidap virus ini. Sudah lama para ahli mengkhawatirkan virus yang diidap oleh babi ini bermutasi menjadi virus yang lebih berbahaya dan bisa menular ke hewan dan bahkan manusia, dan saat ini mungkin adalah kekhawatiran yang sudah menjadi kenyataan.
Pusat pencegahan penyakit AS, CDC, saat ini sedang berusaha keras untuk membuat vaksin dari virus Flu babi ini.

Bagaimana gejala virus Flu babi ini?Gejala Flu babi ini mirip seperti penyakit Flu pada umumnya. Badan demam, terasa lelah, tidak ada nafsu makan dan juga batuk. Selain itu pemderita akan mengalami tenggorokan sakit, hidung yang berlendir, muntah-muntah sampai dengan diare.

Jika anda mengalami gejala ini, tetaplah tinggal dirumah untuk menghindari penularan ke orang lain. Hubungi dokter untuk meminta pengarahan, dan jangan sampai anda mengunjungi klinik kesehatan atau bahkan rumah sakit yang belum diketahui secara jelas apakah bisa menangani Flu babi.

Lalu adakah cara untuk menghindari Flu babi ini?Anda harus mencuci tangan anda secara teratur menggunakan sabun pembunuh kuman / antiseptik. Jika anda bepergian, gunakan masker untuk menghindari penularan kuman dari virus Flu babi ini.

Obat Flu Babi di pasok oleh GSK dan Roche


Dua-Perusahaan-Siap-Pasok-Obat-Flu-Babi

LONDON--MI: Dua perusahaan obat yakni Roche dan GlaxoSmithKline menyatakan siap menyalurkan jutaan obat yang dibutuhkan untuk penyembuhan wabah flu babi yang telah menewaskan 81 orang di Meksiko, serta menginfeksi sedikitnya 12 orang di Amerika serikat. Pihak Roche dan GlaxoSmithKline, Minggu (26/4) mengungkapkan telah dikontak oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk meminta obat yang bisa menekan penderita flu babi. Roche memiliki Tamiflu yang juga dikenal dengan sebutan oseltamivir, sedangkan GlaxoSmithKline memiliki Relenza yang dikenal dengan zanamivir. Dua obat itu dinyatakan efektif terhadap contoh virus dari penyakit baru itu. Pihak Roche mengungkapkan, mereka memiliki stok obat sedikitnya 3 juta kemasan. Setengah stok itu berada di AS, dan setengahnya di Swiss. "Hingga kini WHO belum meminta kepada kami, tetapi jika permintaan datang, kami akan siap mendistribusikan," tegas juru bicara Roche Claudia Schmitt. (Reuters/OL-03

Rabu, 15 April 2009

FLU SINGAPURA


FLU SINGAPURA - HFMD - KTM "Flu Singapura" sebenarnya adalah penyakit yang didunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM )Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili Picornaviridae (Pico, Spanyol = kecil ), Genus Enterovirus ( non Polio ). Genus yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus, Echovirus dan Enterovirus.Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. Berbagai enterovirus dapat menyebabkan berbagai penyakit.EPIDEMIOLOGI:Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah penyakit umum/?biasa? pada kelompok masyarakat yang ?crowded? dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun ( kadang sampai 10 tahun ). Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu melalui droplet, pilek, air liur (oro-oro), tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa (?carrier?) seperti lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi 2 ? 5 hari.GAMBARAN KLINIK :Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti sakit leher (pharingitis), tidak ada nafsu makan, pilek, gejala seperti ?flu? pada umumnya yang tak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulcus dumulut seperti sariawan ( lidah, gusi, pipi sebelah dalam ) terasa nyeri sehingga sukar untuk menelan.Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel (lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki.Kadang-kadang rash/ruam (makulopapel) ada dibokong. Penyakit ini membaik sendiri dalam 7-10 hari.Bila ada muntah, diare atau dehidrasi dan lemah atau komplikasi lain maka penderita tersebut harus dirawat. Pada bayi/anak-anak muda yang timbul gejala berat , harus dirujuk kerumah sakit sebagai berikut :o Hiperpireksia ( suhu lebih dari 39 der. C).o Demam tidak turun-turun (?Prolonged Fever?)o Tachicardia.o Tachypneuo Malas makan, muntah atau diare dengan dehidrasi.o Lethargio Nyeri pada leher,lengan dan kaki.o Serta kejang-kejang.Komplikasi penyakit ini adalah :o Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial)o Encephalitis ( bulbar )o Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditiso Paralisis akut flaksid (?Polio-like illness? )Satu kelompok dengan penyakit ini adalah :1. Vesicular stomatitis dengan exanthem (KTM) - Cox A 16, EV 71 (Penyakit ini)2. Vesicular Pharyngitis (Herpangina) - EV 703. Acute Lymphonodular Pharyngitis - Cox A 10LABORATORIUM :Sampel ( Spesimen ) dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak.Spesimen dibawa dengan ?Hank?s Virus Transport?. Isolasi virus dencara biakan sel dengan suckling mouse inoculation.Setelah dilakukan ?Tissue Culture?, kemudian dapat diidentifikasi strainnya dengan antisera tertentu / IPA, CT, PCR dll. Dapat dilakukan pemeriksaan antibodi untuk melihat peningkatan titer.Diagnosa Laboratorium adalah sebagai berikut :1. Deteksi Virus :o Immuno histochemistry (in situ)o Imunofluoresensi antibodi (indirek)o Isolasi dan identifikasi virus.Pada sel Vero ; RD ; L20BUji netralisasi terhadap intersekting poolsAntisera (SCHMIDT pools) atau EV-71 (Nagoya) antiserum.2. Deteksi RNA :RT-PCRPrimer : 5? CTACTTTGGGTGTCCGTGTT 3?5? GGGAACTTCGATTACCATCC 3?Partial DNA sekuensing (PCR Product)3. Serodiagnosis :Serokonversi paired sera dengan uji serum netralisasi terhadap virus EV-71 (BrCr, Nagoya) pada sel Vero.Uji ELISA sedang dikembangkan.Sebenarnya secara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis KTM, hanya kita dapat mengatahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau Enterovirus 71.TATALAKSANA :o Istirahat yang cukupo Pengobatan spesifik tidak ada.o Dapat diberikan : Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatusExtracorporeal membrane oxygenation.o Pengobatan simptomatik :Antiseptik didaerah mulutAnalgesik misal parasetamolCairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demamPengobatan suportif lainnya ( gizi dll )Penyakit ini adalah ?self limiting diseases? ( berobat jalan ) yang sembuh dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh menurun. Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi tersebut diatas.PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT:Penyakit ini sering terjadi pada masyarakat dengan sanitasi yang kurang baik. Pencegahan penyakit adalah dengan menghilangkan ?Overcrowding?, kebersihan (Higiene dan Sanitasi). Lingkungan dan perorangan misal cuci tangan, desinfeksi peralatan makanan, mainan, handuk yang memungkinkan terkontaminasi.Bila perlu anak tidak bersekolah selama satu minggu setelah timbul rash sampai panas hilang. Pasien sebenarnya tak perlu diasingkan karena ekskresi virus tetap berlangsung beberapa minggu setelah gejala hilang, yang penting menjaga kebersihan perorangan.Di Rumah sakit ? Universal Precaution? harus dilaksanakan.Penyakit ini belum dapat dicegah dengan vaksin (Imunisasi)UPAYA PEMERINTAH DALAM HAL INI :Meningkatkan survailans epidemiologi (perlu definisi klinik)Memberikan penyuluhan tentang cara-cara penularan dan pencegahan KTM untuk memotong rantai penularan.Memberikan penyuluhan tentang tamda-tanda dan gejala KTMMenjaga kebersihan perorangan.Bila anak tidak dirawat, harus istirahat di rumah karena :o Daya tahan tubuh menurun.o Tidak menularkan kebalita lainnya.Menyiapkan sarana kesehatan tentang tatalaksana KTM termasuk pelaksanaan ?Universal Precaution?nya.Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD) Etiologi : Coxsackievirus A 16Cara Penularan : DropletsMasa Inkubasi : 4 ? 6 HariManifestasi Klinis :Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri tenggorokan yang timbul 1 ? 2 hari sebelum timbul enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD. Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem, ukuran 4-8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna putih keabu-abuan, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki, pada permukaan dorsal atau lateral, pada anak sering juga terdapat di bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadibula dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa bekas.Diagnosis :Manifestasi klinis dan isolasi virus dengan preparat Tzank.Diagnosis Banding : Varisela, herpesTerapi : Simptomatis"Flu Singapura" sebenarnya adalah penyakit yang didunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan Mulut ( KTM )Penyakit KTM ini adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili Picornaviridae (Pico, Spanyol = kecil ), Genus Enterovirus ( non Polio ). Genus yang lain adalah Rhinovirus, Cardiovirus, Apthovirus. Didalam Genus enterovirus terdiri dari Coxsackie A virus, Coxsackie B virus, Echovirus dan Enterovirus.Penyebab KTM yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackie A16, sedangkan yang sering memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau ada komplikasi sampai meninggal adalah Enterovirus 71. Berbagai enterovirus dapat menyebabkan berbagai penyakit.EPIDEMIOLOGI:Penyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah penyakit umum/?biasa? pada kelompok masyarakat yang ?crowded? dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun ( kadang sampai 10 tahun ). Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu melalui droplet, pilek, air liur (oro-oro), tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa (?carrier?) seperti lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi 2 ? 5 hari.GAMBARAN KLINIK :Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari, diikuti sakit leher (pharingitis), tidak ada nafsu makan, pilek, gejala seperti ?flu? pada umumnya yang tak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulcus dumulut seperti sariawan ( lidah, gusi, pipi sebelah dalam ) terasa nyeri sehingga sukar untuk menelan.Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel (lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal ditelapak tangan dan kaki.Kadang-kadang rash/ruam (makulopapel) ada dibokong. Penyakit ini membaik sendiri dalam 7-10 hari.Bila ada muntah, diare atau dehidrasi dan lemah atau komplikasi lain maka penderita tersebut harus dirawat. Pada bayi/anak-anak muda yang timbul gejala berat , harus dirujuk kerumah sakit sebagai berikut :o Hiperpireksia ( suhu lebih dari 39 der. C).o Demam tidak turun-turun (?Prolonged Fever?)o Tachicardia.o Tachypneuo Malas makan, muntah atau diare dengan dehidrasi.o Lethargio Nyeri pada leher,lengan dan kaki.o Serta kejang-kejang.Komplikasi penyakit ini adalah :o Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bakterial)o Encephalitis ( bulbar )o Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditiso Paralisis akut flaksid (?Polio-like illness? )Satu kelompok dengan penyakit ini adalah :1. Vesicular stomatitis dengan exanthem (KTM) - Cox A 16, EV 71 (Penyakit ini)2. Vesicular Pharyngitis (Herpangina) - EV 703. Acute Lymphonodular Pharyngitis - Cox A 10LABORATORIUM :Sampel ( Spesimen ) dapat diambil dari tinja, usap rektal, cairan serebrospinal dan usap/swab ulcus di mulut/tenggorokan, vesikel di kulit spesimen atau biopsi otak.Spesimen dibawa dengan ?Hank?s Virus Transport?. Isolasi virus dencara biakan sel dengan suckling mouse inoculation.Setelah dilakukan ?Tissue Culture?, kemudian dapat diidentifikasi strainnya dengan antisera tertentu / IPA, CT, PCR dll. Dapat dilakukan pemeriksaan antibodi untuk melihat peningkatan titer.Diagnosa Laboratorium adalah sebagai berikut :1. Deteksi Virus :o Immuno histochemistry (in situ)o Imunofluoresensi antibodi (indirek)o Isolasi dan identifikasi virus.Pada sel Vero ; RD ; L20BUji netralisasi terhadap intersekting poolsAntisera (SCHMIDT pools) atau EV-71 (Nagoya) antiserum.2. Deteksi RNA :RT-PCRPrimer : 5? CTACTTTGGGTGTCCGTGTT 3?5? GGGAACTTCGATTACCATCC 3?Partial DNA sekuensing (PCR Product)3. Serodiagnosis :Serokonversi paired sera dengan uji serum netralisasi terhadap virus EV-71 (BrCr, Nagoya) pada sel Vero.Uji ELISA sedang dikembangkan.Sebenarnya secara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis KTM, hanya kita dapat mengatahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau Enterovirus 71.TATALAKSANA :o Istirahat yang cukupo Pengobatan spesifik tidak ada.o Dapat diberikan : Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatusExtracorporeal membrane oxygenation.o Pengobatan simptomatik :Antiseptik didaerah mulut Analgesik misal parasetamol Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam Pengobatan suportif lainnya ( gizi dll )Penyakit ini adalah ?self limiting diseases? ( berobat jalan ) yang sembuh dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh menurun. Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi tersebut diatas.PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT:Penyakit ini sering terjadi pada masyarakat dengan sanitasi yang kurang baik. Pencegahan penyakit adalah dengan menghilangkan ?Overcrowding?, kebersihan (Higiene dan Sanitasi). Lingkungan dan perorangan misal cuci tangan, desinfeksi peralatan makanan, mainan, handuk yang memungkinkan terkontaminasi.Bila perlu anak tidak bersekolah selama satu minggu setelah timbul rash sampai panas hilang. Pasien sebenarnya tak perlu diasingkan karena ekskresi virus tetap berlangsung beberapa minggu setelah gejala hilang, yang penting menjaga kebersihan perorangan.Di Rumah sakit ? Universal Precaution? harus dilaksanakan.Penyakit ini belum dapat dicegah dengan vaksin (Imunisasi)UPAYA PEMERINTAH DALAM HAL INI :Meningkatkan survailans epidemiologi (perlu definisi klinik)Memberikan penyuluhan tentang cara-cara penularan dan pencegahan KTM untuk memotong rantai penularan.Memberikan penyuluhan tentang tamda-tanda dan gejala KTMMenjaga kebersihan perorangan.Bila anak tidak dirawat, harus istirahat di rumah karena :o Daya tahan tubuh menurun.o Tidak menularkan kebalita lainnya.Menyiapkan sarana kesehatan tentang tatalaksana KTM termasuk pelaksanaan ?Universal Precaution?nya.Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD) Etiologi : Coxsackievirus A 16Cara Penularan : DropletsMasa Inkubasi : 4 ? 6 HariManifestasi Klinis :Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri tenggorokan yang timbul 1 ? 2 hari sebelum timbul enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD. Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem, ukuran 4-8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna putih keabu-abuan, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki, pada permukaan dorsal atau lateral, pada anak sering juga terdapat di bokong. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadibula dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa bekas.Diagnosis :Manifestasi klinis dan isolasi virus dengan preparat Tzank.Diagnosis Banding : Varisela, herpesTerapi : Simptomatis
Tanggal dibuat : 19/03/2005 @ 13:16Revisi terakhir : 03/02/2007 @ 12:14Kategori : PENYAKIT
diambil dari infeksi.com; pusat informasi infeksi rumah sakit penyakit infeksi dr.Sulianti Saroso

Kamis, 26 Februari 2009

RUMAH SAKIT PURIINDAH

Pondok Indah Healthcare Group Membuka RS kedua dikawasan Jakarta Barat : Rumah Sakit Puri Indah pada 12 Mei tahun 2008
RS Puri Indah dilengkapi fasilitas dan perangkat kedokteran terkini yang akan menempatkannya sebagai rumah sakit papan atas Indonesia yang berkonsep paperless hospital RS Puri Indah menerapkan konsep patient safety yang mencegah penyebaran infeksi tanpa memandang status pasien. Hal ini diikuti dengan pemilihan peralatan yang memiliki fitur-fitur keselamatan pasien. Kelebihan lainnya, RS Puri Indah melakukan pengembangan pelayanan khusus, seperti Klinik Saluran Cerna dan fasilitas Endo Alpha untuk bedah minimal invasif (laparoskopi) yang merupakan fasilitas pertama di Indonesia.

PEDOMAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL












1. Timbanglah manfaat-risiko dgn memperhitungkan prinsip
“Primum non nocere”.


2. Gunakanlah pertama-tama obat yg paling “established”, dan kenalilah obat piihan ini untuk setiap indikasi.


3. Gunakanlah obat pilihan yg anda ketahui paling baik efeknya.


4. Batasilah pemberian jenis obat seminimal mungkin.


5. Sesuaikanlah dosis obat untuk setiap penderita.


6. Gunakanlah dosis efektif terkecil.


7. Pilihlah cara pemberian obat yg paling aman, tanpa mengurangi efektivitas.


8. Jangan memilih preparat terbaru, karena barunya.


9. Janganlah ketinggalan menggunakan obat baru yang (lebih) baik.


10. Cocokkanlah kebenaran data promosi pabrik obat

Rabu, 25 Februari 2009

PHARMACEUTICAL CARE

PHARMACEUTICAL CARE

A. PENDAHULUAN

Sesudah lebih dari 4 dekade telah terjadi kecenderungan perubahan pekerjaan kefarmasian di apotik dari fokus semula penyaluran obat-obatan kearah focus yang lebih terarah pada kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker lambat laun berubah dari peracik obat (compounder) dan suplair sediaan farmasi kearah pemberi pelayanan dan informasi dan akhirnya berubah lagi sebagai pemberi kepedulian pada pasien. Disamping itu ditambah lagi tugas seorang apoteker adalah memberikan obat yang layak , lebih efektif dan seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan mengambil tanggung jawab langsung pada kebutuhan obat pasien individual , apoteker dapat memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien. Pendekatan cara ini disebut " pharmaceutical care " (= asuhan kefarmasian ; peduli kefarmasian ).
Pharmaceutical care (p.c) adalah tanggung jawab pemberi pelayanan obat sampai pada dampak yang diharapkan yaitu meningkatnya kualitas hidup pasien. ( Hepler dan Strand, 1990 ).
Seteleh diadopsi oleh International Pharmaceutical Federation (= FIP = ISFI nya dunia ) pada tahun 1998, definisi itu ditambah dengan timbulnya dampak yang jelas atau menjaga kualitas hidup pasien. Jadi menurut definisi FIP, pharmaceutical care adalah tanggung jawab pemberi pelayanan obat sampai timbulnya dampak yang jelas atau terjaganya kualitas hidup pasien.
Pekerjaan pharmaceutical care adalah baru, berlawanan dengan pekerjaan apoteker beberapa tahun yang lalu.Banyak apoteker yang belum mau menerima tanggung jawab ini. Dasar pengetahuan dari sarjana farmasi sedang berubah. Ketika seorang sarjana farmasi mulai bekerja setelah lulus , pekerjaan kefarmasian sudah berubah dan merupakan pengetahuan baru. Meskipun demikian seorang apoteker harus dapat bekerja sesuai dengan pendidikannya . Walaupun apoteker dapat memberikan kemampuannya yang tepat pada praktek kefarmasian, mereka tetap memerlukan pengetahuan dan ketrampilan pada peran yang akan datang. Karena itu diperlukan pendidikan berkelanjutan ( life-long learner ) salah satu peran apoteker yang baru. Lebih jelasnya lagi bahwa farmasi / apotik mempunyai peran penting dalam proses reformasi sektor kesehatan. Dengan demikian peran apoteker perlu ditetapkan kembali (redefinisi) dan diarahkan kembal(reorientasi).
Para apoteker harus mempunyai kemampuan untuk meningkatkan dampak pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien dari sumber daya yang tersedia dan posisi mereka sendiri harus terdepan dalam system pelayanan kesehatan.
Perubahan kearah pharmaceutical care adalah faktor yang kritis dalam proses ini. Meskipun upaya untuk berkomunikasi dengan memberikan informasi yang benar pada pasien merupakan faktor penting dalam membantu pengobatan sendiri, apoteker juga harus memberikan kontribusi yang vital melalui manajemen terapi obat dan penyediaan obat tanpa resep ataupun terapi alternatif.
Setelah lebih 40 tahun peran apoteker telah berubah dari penggerus dan peracik obat menjadi manajer terapi obat. Tanggung jawab ini lama kelamaan meningkat lagi dalam memberi dan menggunakan obat, kualitas obat harus di seleksi, disediakan, disimpan di distribusikan, di racik dan di serahkan untuk meningkatkan kesehatan pasien dan tidak menyakitinya.
Jangkauan pekerjaan apoteker di apotik saat ini , dirancang berpusat pada pasien dengan semua fungsi-fungsi pengamatan, konseling, pemberian informasi dan monitoring terapi obat sebaik aspek teknis seperti pelayanan farmasi dan pendistribusian obat.
Bab ini menguraikan peran baru, ketrampilan dan sikap dimana apoteker membutuhkan sesuatu bila mereka menjadi anggota dari tim kesehatan multi disiplin, sebagai keuntungan tambahan yang dapat membawa mereka pada keprofesionalan.

B. APAKAH KESEHATAN ITU ?

Pekerjaan kefarmasian tidak dilakukan dalam ruang hampa tapi dalam lingkungan kesehatan. Kesehatan adalah suatu konsep luas dimana dapat menjadi suatu kisaran pengertian yang lebar dari teknis sampai ke moral dan filosofi.
Definisi Kesehatan menurut konsep Konstitusi WHO tahun 1946 adalah keadaan sempurna fisik, mental dan sosial, tidak adanya penyakit atau kelemahan. Setelah beberapa tahun WHO mendiskusikan lagi dan mendefinisikan kesehatan sbb :
Keadaan dimana seorang individu atau kelompok dapat merealisasikan aspirasinya dengan kebutuhan yang layak dan dapat melakukan perubahan / mengatasi kesukaran dari lingkungan. Kesehatan merupakan suatu sumber daya yang penting dalam kehidupan sehari-hari, bukan objek kehidupan dan merupakan suatu konsep positif yang mengutamakan sumber daya personal dan sosial.

C. PROFESI FARMASI DIPERTANYAKAN

Terapi obat-obatan sangat sering digunakan dalam bentuk intervensi pengobatan dalam rangkaian praktek kesehatan. Dia tumbuh secara cepat ketika rata-rata penduduk meningkat umurnya, prevalensi penyakit khronis meningkat, infeksi penyakit baru tumbuh dan kisaran pengobatan yang efektif menjadi berkembang. Tambahan lagi sangat banyak saat ini dipasarkan apa yang dinamakan obat gaya hidup ( life-style medicine ) seperti untuk pengobatan penyakit kebotakan , pengobatan kulit kering dan mengkerut serta disfungsi ereksi.
Meningkatnya jumlah dan jenis obat-obatan yang dapat diperoleh dalam perdagangan sekarang ini , lebih banyak ditangani oleh orang yang bukan tenaga kefarmasian . Sebaliknya peracikan obat telah digantikan oleh pabrik farmasi pada hampir semua formulasi. Obat-obatan pun dapat diperoleh di super market, di toko-toko obat dan kios-kios di pasar. Juga obat-obatan dapat pula diperoleh dengan order via pos, tilpon atau internet atau dijual oleh dokter praktek dan diracik secara mesin racikan komputer.
Dibawah lingkungan seperti ini tepat dipertanyakan hal-hal berikut ini :
1. Apakah masih diperlukan apoteker itu ?
2. Berapakah nilai pelayanan farmasi itu ?
Profesi adalah untuk melayani masyarakat.
Seorang tenaga profesi adalah seorang pelayan masyarakat. Karena itu misi profesi apoteker harus dialamatkan pada kebutuhan masyarakat dan pasien individual.
Pada suatu waktu, penetapan terapi obat dan pelaksanaannya begitu sederhana, aman dan tidak mahal. Dokter meresepkan dan apoteker meracik obat. Meskipun demikian ada bukti dasar bahwa metoda peresepan dan peracikan demikian tidak selalu aman dan efektif akibat terjadi kesalahan dan obat. Di negara-negara maju 4 - 10 % dari semua pasien rawat inap timbul efek samping, terutama di sebabkan penggunaan terapi banyak obat (multiple drug) pada pasien orang tua dan pasien penyakit khronis.
FIP telah menerbitkan Standar Profesional dan Medication Error dalam peresepan obat dan membuat definisi tentang Medication Error
Pekerjaan Profesional yang bertanggung jawab adalah issu utama dalam kepedulian kesehatan ( health care ). Dalam hubungan tradisional antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai peracik obat, penulis resep bertanggung jawab atas hasil farmakoterapinya. Situasi itu sedang berubah dengan cepat dalam sistem kesehatan. Praktek pelayanan farmasi sedang berubah dimana apoteker bertanggung jawab juga pada pasien dengan kepeduliannya dan masyarakat tidak hanya menerima perlakuan tapi juga memegang profesi ini.
Pada waktu yang sama, profesi lain seperti dokter, perawat, bidan, asisten apoteker juga berupaya dengan kompetensinya dan merasa sebagai pemimpin dalam pengobatan.
Mahasiswa Farmasi harus di didik dalam memegang tanggung jawab mengelola terapi obat sehingga mereka dapat memelihara dan mengembangkan posisinya dalam dunia kesehatan dan untuk itu harus ada kompensasi atas peran mereka dalam asuhan kefarmasian ( pharmaceutical care ).
Dispensing harus menjadi tanggung jawab apoteker. Meskipun sedikit apoteker yang terlibat langsung dalam dispensing obat-obatan, tapi pada daerah pedesaan apoteker harus memimpin proses dispensing dan bertanggung jawab atas kualitas obat dan dampak pengobatan.
serta merekomendasikan pada anggotanya untuk meningkatkan keamanan dalam pemesanan, pembuatan, peracikan, pelabelan, penyerahan dan penggunaan obat.

D. DIMENSI BARU PEKERJAAN KEFARMASIAN.

1. ASUHAN KEFARMASIAN ( Pharmaceutical care ).
2. FARMASI BERDASARKAN BUKTI ( Evidence base pharmacy ).
3. KEBUTUHAN MENJUMPAI PASIEN ( Meeting patients needs ).
4. PENANGANAN PASIEN KHRONIS-HIV/AIDS (Chronic patient care hiv/aids).
5. PENGOBATAN SENDIRI ( self-medications).
6. JAMINAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN ( quality assurance of pharmaceutical care ).
7. FARMASI KLINIS ( clinical pharmacy ).
8. KEWASPADAAN OBAT ( pharmacovigilance = MESO ).

1. ASUHAN KEFARMASIAN.

Pharmaceutical care adalah konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang timbul pertengahan tahun 1970-an. Dia mengisyaratkan bahwa semua praktisi kesehatan harus memberikan tanggung jawab atas dampak pemberian obat pada pasien. Hal ini meliputi bermacam-macam pelayanan dan fungsi, beberapa masih baru sebagian sudah lama.
Konsep pharmaceutical care juga termasuk komitmen emosional pada kesejahteraan pasien sebagai individu, yang memerlukan dan patut mendapat petunjuk /jasa, keterlibatan dan perlindungan dari seorang apoteker. Pharmaceutical care dapat ditawarkan pada individual atau masyarakat.
Pharmaceutical care yang berbasiskan masyarakat menggunakan data demografi dan epidemiologi untuk mengembangkan formula atau daftar obat, memonitor kebijakan apotik, mengembangkan dan mengelola jaringan farmasi (apotik) menyiapkan serta menganalisa laporan penggunaan obat, biaya obat, peninjauan penggunaan obat dan mendidik provider tentang prosedur dan kebijaksanaan obat.. Tanpa pharmaceutical care, tidak ada sistem yang mengelola dan memonitor kesakitan karena obat secara efektif. Sakit karena obat bisa terjadi berasal dari formularium atau daftar obat-obatan, atau sejak obat diresepkan, diserahkan atau obat yang sudah tidak layak digunakan. Karena itu pasien butuh pelayanan apoteker pada waktu menerima obat. Keberhasilan farmakoterapi merupakan sesuatu yang spesifik untuk masing-masing pasien. Untuk pelayanan pengobatan pasien secara individual, apoteker perlu mengembangkan pelayanan bersama dengan pasien.
Pharmaceutical care tidak dalam isolasi pelayanan kesehatan lain. Dia harus di dukung dalam kolaborasi dengan pasien, dokter , para medis dan tenaga pemberi pelayanan lainnya.
Tahun 1998 Pharmaceutical care di adopsi oleh FIP dan merupakan penuntun (guidance) bagi organisasi apoteker untuk mengimplementasikan pelayanan kefarmasian di negaranya tapi disesuaikan lagi menurut kebutuhan negara masing-masing.

2. FARMASI BERDASARKAN BUKTI.

Dalam lingkungan pelayanan kesehatan agak sukar membandingkan keefektifan berbagai pengobatan. Intervensi layanan kesehatan tidak bisa didasarkan pada pendapat atau pengalaman individu sendiri. Bukti ilmiah dibuat dari penelitian yang berkualitas, yang digunakan sebagai penuntun, diadaptasikan pada negara-negara masing-masing. Lebih jauh tentang ini akan diuraikan pada bab lain.

3. KEBUTUHAN MENJUMPAI PASIEN.

Dalam pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien , tantangan pertama adalah untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan pasien yang berubah.. Apoteker harus dapat menjamin bahwa orang-orang bisa memperoleh obat atau nasehat kefarmasian dengan mudah, sejauh mungkin dalam satu jalan, satu waktu dan satu tempat dari pilihan mereka. Apoteker harus bisa memberdayakan pasien dan melakukan dialog guna menyampaikan pengetahuan yang mereka miliki dalam mengelola pengobatan dan kesehatan sendiri. Meskipun pasien mendapat jangkauan yang luas untuk memperoleh informasi baik dari brosur,barang-barang promosi, iklan di media massa dan melaui internet, informsi ini tidak selalu akurat dan lengkap. Apoteker dapat membantu pasien memberikan informasi yang lebih akurat dengan memberikan informasi berdasarkan bukti dari sumber-sumber yang dipercaya. Konseling melalui pendekatan perjanjian tentang pencegahan penyakit dan modifikasi gaya hidup (lifestyle) akan meningkatkan kesehatan masyarakat disamping memberikan petunjuk bagaimana menggunakan obat yang tepat , mengoptimalkan dampak kesehatan, mengurangi jumlah jenis obat pada setiap pengobatan, mengurangi jumlah obat yang bersisa dan meningkatkan pelayanan kesehatan.
Dalam tahun 2000 publikasi dari Kementerian Kesehatan Inggris berjudul "Pharmacy in the Future " disusun untuk keperluan seorang apoteker untuk meningkatkan dan memperluas kisaran pelayanan kefarmasian pada pasien termasuk identifikasi kebutuhan obat perorangan, pengembangan kerjasama dalam bidang kesehatan, kordinasi dari poses peresepan dan peracikan, peninjauan kembali target pengobatan dan tindak lanjutnya. Pendekatan ini juga memuat model apotik masa depan . Kerangka baru dari farmasi komunitas yang akan dilaksanakan merupakan kunci dalam pelayanan kefarmasian masa depan. Farmasi komunitas akhir-akhir ini akan menjamin kembali pelayanan yang diharapkan pasien, memaksimalkan potensi apoteker untuk memberikan ketrampilan mereka pada hasil yang lebih baik

4. KEPEDULIAN PADA PASIEN KHRONIS HIV-AIDS.
Dalam sejarah dunia selama ini belum pernah ada tantangan kesehatan sehebat menghadapi penyebaran ( pandemi ) HIV-AIDS .
Diperkirakan 40 juta orang didunia tahun 2004 hidup dengan HIV dan 3 juta orang mengidap AIDS . Penularan HIV / AIDS menampilkan masalah kemanusiaan yang luar biasa , hak azasi manusia, krisis kemanusiaan dan tragedi sosial luar biasa yang memukul ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Ketersediaan sumber keuangan untuk pengobatan retrovirus (ART) mulai meningkat berasal dari WHO dan negara yang tergabung kelompok G-8 guna pencegahan dan pengobatan HIV / AIDS sampai tahun 2010.
Salah satu profesi kesehatan yang harus dilibatkan dan digerakkan dalam melawan HIV / AIDS ini adalah apoteker. Untuk itu perlu pelatihan terhadap profesi apoteker.
Pada tahun 2003 , Majelis FIP mengadopsi standar Profesi tentang Peranan Apoteker dalam penanganan Pengobatan Jangka Panjang, seperti HIV - AIDS ini.
Dalam tahun 2004 FIP meluncurkan Website International Network untuk apoteker (www.fip.org/hivaids ) yang berfokus pada 3 pilar utama : Pelatihan , dokumentasi dan pertukaran pengalaman.

5. PENGOBATAN SENDIRI (SELF MEDICATION).

Pada Tahun 1996 Majelis FIP mengadopsi aturan tentang " Peranan Profesi Apoteker dalam Pengobatan Sendiri " untuk digunakan sebagai tanggung jawab apoteker dalam pemberian advis pada pengobatan sendiri yang terdiri dari ; pengantar farmasi, promosi penjualan; advis pada pengobatan simptom, hal-hal yang spesifik tentang obat, catatan rujukan dan kepercayaan diri.
Pada tahun 1999 dikeluarkan Deklarasi bersama mengenai Self Medication antara majelis FIP dan Industri Pengobatan Sendiri Dunia ( WSMI ) sebagai pemandu apoteker dan industri dalam hal keamanan dan keefektifan penggunaan obat-obatan tanpa resep .

Luasnya Peranan Apoteker.
Sebagai seorang yang ahli dalam hal obat-obatan karena pendidikannya , apoteker harus selalu dikenal dan dapat dihubungi sebagai sumber nasehat yang benar tentang obat-obatan dan masalah pengobatan. Saat ini kontribusi apoteker pada perawatan kesehatan ( health care ) sedang berkembang dalam bentuk baru untuk mendukung pasien dalam penggunaan obat dan sebagai bagian dari pembuat keputusan klinis bersama spesialis yang lain.
Apotik harus terbuka sepanjang hari, nyaman untuk banyak orang ketika mendapatkan obat dan tidak perlu harus ada janji untuk ketemu apotekernya. Ini membuat apotik menjadi tempat pertama bagi bantuan pemeliharaan kesehatan yang biasa.
Pengobatan sendiri yang biasa akan menjadi lebih populer, tumbuh dengan aman dengan obat-obatnya yang mudah didapat tanpa perlu dengan resep dokter.
Apoteker harus mempunyai keahlian dalam memberi nasehat, memilih obat dan keamanannya serta keefektifan penggunaannya.

6. JAMINAN MUTU ( Q.A.) DARI PELAYANAN KESEHATAN.

Konsep yang menjadi dasar pelayanan kesehatan adalah jaminan kualitas dari pelayanan pasien. Donabedian mendefinisikan 3 unsur jaminan mutu dalam pelayanan kesehatan adalah : struktur, proses dan dampak.
Definisi Quality Assurance adalah rangkaian aktifitas yang dilakukan untuk memonitor dan meningkatkan penampilan sehingga pelayanan kesehatan se efektif dan se efisien mungkin. Dapat juga didefinisikan QA sebagai semua aktifi tas yang berkontribusi untuk menetapkan, merencanakan, mengkaji, memoni tor,dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Aktifitas ini dapat ditampilkan sebagai akreditasi pelayanan farmasi ( apotik), pengawasan tenaga kefarmasian atau upaya lain untuk meningkatkan penampilan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan dan praktek dari pharmaceutical care harus di dukung dan di tingkatkan dengan pengukuran, pengkajian dan peningkatan aktifitas apotik , penggunaan kerangka konsep peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Dalam banyak kasus kualitas pelayanan kefarmasian dapat ditingkatkan dengan membuat perubahan pada sistem pelayanan kesehatan atau sistem pelayanan kefarmasian tanpa perlu menambah sumber daya.

7. FARMASI KLINIS.

Istilah farmasi klinis dibuat untuk menguraikan kerja apoteker yang tugas utamanya berinteraksi dengan tim kesehatan lain, interview dan menaksir pasien, membuat rekomendasi terapi spesifik, memonitor respons pasien atas terapi obat dan memberi informasi tentang obat. Farmasi klinis tempat kerjanya di rumah sakit dan ruang gawat darurat dan pelayanannya lebih berorientasi pada pasien dari pada berorientasi produk. Farmasi klinis dipraktekkan terutama pada pasien rawat inap dimana data hubungan dengan pasien dan tim kesehatan mudah diperoleh.
Rekam Medis ( medical record ) atau file dari pasien adalah dokumen resmi termasuk informasi yang diberikan rumah sakit, dimulai dari riwayat pasien , kemajuan latihan fisik sehari-hari yang dibuat tenaga kesehatan yang profesional yang berinteraksi dengan pasien, konsultasi , catatan perawatan, hasil laboratorium, prosedur diagnosa dsb.
Farmasi klinis memerlukan pengetahuan terapi yang tinggi, pengertian yang baik atas proses penyakit dan pengetahuan produk-produk farmasi. Tambahan lagi farmasi klinis memerlukan ketrampilan berkomunikasi yang baik dengan pengetahuan obat yang padat ketrampilan monitoring obat, pemberian informasi obat , ketrampilan perencanaan terapi dan kemampuan memperkirakan dan menginterpretasikan hasil laboratorium dan fisik.
Penakaran farmakokinetik dan monitoring merupakan ketrampilan dan pelayanan istimewa dari farmasi klinis. Seorang farmasi klinis adalah sering merupakan anggota tim kesehatan yang aktif , ikut serta ke bangsal untuk mendiskusikan terapi di ruang rawat inap.

8. FARMAKOVIGILANCE ( FARMASI SIAGA / KEWASPADAAN FARMASI =MESO )

Keamanan obat-obatan adalah issu penting yang lain , karena kompetisi yang kuat diantara pabrik farmasi , dimana produk harus didaftarkan dan di pasarkan di banyak negara secara serentak. Hasilnya adalah efek samping tidak boleh ada dan tidak terpantau secara sistematis.
Farmacovigilance adalah suatu proses yang terstruktur untuk memantau dan mencari efek samping obat ( advere drug reaction ) dari obat yang telah diberikan.
Data-data diperoleh dari sumber-sumber seperti Medicines Information, Toxicology and Pharmacovigilance Centres yang lebih relevan dan bernilai pendidikan dalam manajemen keamanan obat. Masalah yang berhubungan dengan obat, sekali ditemukan , perlu ditetapkan , di analisa ,di tindak lanjuti dan dikomunikasikan pada pejabat yang berwewenang, profesi kesehatan dan masyarakat.
Farmacovigilance termasuk penyebarluasan informasi, Dalam beberapa kasus, obat-obatan dapat direcall, dicabut izin edarnya dari pasaran dan ini dilakukan oleh institusi yang terlibat dalam distribusi obat-obatan. Apoteker harus memberikan kontribusi yang penting untuk melakukan post marketing surveilance dan pharmacovigilance ini.

E. NILAI DARI PELAYANAN APOTEKER YANG PROFESIONAL

Asuhan kefarmasian berdampak pada keadaan kesehatan pasien, meningkatkan kualitas dan ketepatan biaya ( cost efective ) dalam sistem kesehatan. Peningkatan ini memberi faedah pada kesehatan individual sehingga mereka akan menikmati kesehatan lebih baik dan akhirnya bermanfaat pada sebagian besar penduduk.
Pelayanan apoteker dan keterlibatannya dalam pelayanan yang berfokuskan pada pasien telah memberikan dampak kesehatan dan ekonomi serta mengurangi angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian ( mortality ).
Suatu pemberian imbalan (remuneration) yang pantas pada apoteker adalah kunci untuk menjamin mereka melaksanakan praktek pelayanan farmasi yang baik ( good pharmacy practice ) dan selanjutnya berubah kearah pharmaceutical care .Walaupun demikian upaya untuk menjamin bahwa apoteker layak diberi imbalan, akan memerlukan dokumen yang secara nyata meningkatkan dampak sebagai pernyataan dari penyedia dana bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang memberikan nilai ekonomi . Klasifikasi kegiatan praktek farmasi ( The Pharmacy Practice Activity Classification = PPAC ).
Sebagai apoteker yang prakteknya berfokuskan peningkatan asuhan kefarmasian dan mengharapkan diberikan kompensasi untuk pelayanan pharmaceutical care itu , kebutuhan pada klasifikasi praktek farmasi yang dapat diterima secara konsisten harus menjadi lebih nyata ( terbukti ). Meskipun banyak sistem untuk mencatat aktifitas apoteker , sampai sekarang profesi ini kurang diterima untuk menguraikan atau mencatat aktifitas dalam bahasa yang umum. Klassifikasi aktifitas praktek farmasi (PPAC) telah dicoba buat oleh The American Pharmacists Association (APhA= ISFI nya Amerika ) dalam bahasa yang sederhana yang jika digunakan secara konsisten akan menghasilkan data perbandingan diantara studi-studi yang ada.
F. APOTEKER SEBAGAI ANGGOTA TIM PELAYANAN KESEHATAN.
Tim pelayanan kesehatan terdiri dari pasien dan semua profesi kesehatan yang bertanggung jawab untuk kepedulian kesehatan pasien. Tim ini perlu didefinisikan secara baik dan perlu kerjasama secara aktif. Apoteker mempunyai peran yang penting dalam tim ini. Mereka akan memerlukan penyesuaian pengetahuan mereka , ketrampilan dan sikap pada peran yang baru ini, dalam mana mengintegrasikan ilmu farmasi dengan aspek klinis pada pelayanan kesehatan pasien, ketrampilan klinis, ketrampilan manajemen dan komunikasi serta kerjasama yang aktif dalam tim medis dan ikut dalam pemecahan masalah obat-obatan.
Jika mereka diakui sebagai sebagai anggota penuh tim kesehatan, para apoteker akan butuh untuk mengadopsi sikap essensial dalam kerja profesi kesehatan pada wilayah ; pandangan ( visibility; ), tanggung jawab ( responsibility ), keterjangkauan ( accessibility ) dalam tugas yang diperlukan untuk masyarakat, kepercayaan diri dan orientasi pasien.
&;nbsp; Apoteker harus memiliki kompetensi , visi dan suara dalam berintegrasi penuh kedalam tim kesehatan.
Aliansi Profesi Kesehatan Sedunia yang didirikan tahun 1999 untuk menfasilitasi kerjasama diantara organisasi apoteker sedunia ( FIP) , organisasi dokter sedunia (WMA), majelis perawat sedunia (ICN), ikatan dokter gigi sedunia (FDI) guna membantu Pemerintah, pembuat kebijakan dan WHO supaya tercipta pelayanan kesehatan yang lebih baik, dan cost efectif ( www.whpa.org).

1. Rangkaian pekerjaan farmasi.
Peran apoteker terdapat dalam berbagai sektor di dunia. Keterlibatan apoteker dalam kefarmasian eda dalam dunia riset dan pengembangan (R&D), formulasi, manufaktur , jaminan mutu, lisensi, marketing, distribusi, penyimpanan, suplai, tugas informasi, dikelompokkan menjadi pelayanan kefarmasian dan diteruskan kedalam bentuk dasar dari praktek farmasi. Apoteker bekerja dalam rangkaian variasi yang lebar , dalam bentuk farmasi komunitas ( retail dan pelayanan kesehatan ), farmasi rumah sakit ( dalam berbagai bentuk dari rumah sakit kecil sampai rumah sakit besar ) , industri farmasi farmasi dan lingkungan akademis. Disamping itu apoteker juga terlibat administrasi pelayanan kesehatan, penelitian, organisasi kesehatan internasional dan organisasi non pemerintah.

2. Tingkatan praktek dan pembuatan keputusan.
Praktek farmasi terdapat pada level yang berbeda-beda. Tujuan akhir dari aktifitas ini adalah manfaat pada pasien dengan meningkatkan dan menjaga kesehatan mereka. Aktifitas pada level pasien individual adalah mendukung dan mengelola terapi obat. Pada level ini keputusan dibuat pada issu pharmaceutical care dan triage ( prioritas pelayanan, tindak lanjut dan pemantauan dampak pengobatan ).
Beberapa aktifitas pada level manajemen suplai dalam farmasi komunitas dan rumah sakit adalah pembuatan, peracikan , pengadaan dan distribusi obat.
Pada level institusi seperti di rumah sakit dan klinik, organisasi pengelolaan pelayanan atau apotik aktifitas pada seleksi obat termasuk formularium, pedoman pengobatan dan peninjauan penggunaan obat-obatan. Tool ini harus diterima sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan harus dilaksanakan.
Pada level sistem ( seperti negara , negara bagian , propinsi ) aktifitas apoteker pada perencanaan, pengelolaan, legislasi, regulasi dan kebijaksanaan masih memungkinkan untuk dikembangkan dalam pengembangan dan pengoperasian sistem pelayanan kesehatan. Pada level sistem ini juga termasuk penetapan standar pelayanan dan perizinan apotik. Kebijaksanaan Obat Nasional telah berkembang pada banyak negara sebagai kebijaksanaan kesehatan . Pada level internasional telah bergerak kearah harmonisasi pendekatan pada industri farmasi dan pelayanan apotik.
Pada level komunitas dan penduduk, praktek kefarmasian termasuk aktifitas pendukung level-level lain yaitu pemberian informasi, edukasi dan komunikasi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, pemberian informasi obat-obatan, penelitian,, penyebar-luasan informasi baru , pendidikan dan pelatihan staf, barang-barang konsumen , organisasi kesehatan dan peneliti sistem kesehatan.
Promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan modifikasi gaya hidup adalah aktifitas pada level komunitas yang berfokus kesehatan masyarakat. Apoteker dapat masuk pada bagian mana saja karena mereka mempunyai latar belakang pendidikan kesehatan. Apoteker merupakan sumber informasi dan nasehat mengenai kesehatan dan obat-obatan.
Karena demikian mereka tidak dapat bekerja dalam isolasi dan harus menerima tanggung jawab bersama dengan profesi kesehatan lain dalam melaksanakan pelyanan kesehatan masyarakat.

3. The seven star pharmacist.
Untuk bisa efektif sebagai anggota tim kesehatan, apoteker butuh ketrampilan dan sikap untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Konsep the seven-star pharmacist diperkenalkan oleh WHO dan diambil oleh FIP pada tahun 2000 sebagai kebijaksanaan tentang praktek pendidikan farmasi yang baik ( Good Pharmacy Education Practice ) meliputi sikap apoteker sebagai : pemberi pelayanan (care-giver), pembuat keputusan (decision-maker) , communicator, manager, pembelajaran jangka panjang (life-long learner), guru ( teacher ) dan pemimpin (leader). Pada buku pegangan ini penerbit menambahkan satu fungsi lagi yaitu sebagai researcher ( peneliti ).
a. Care- giver.
Dalam memberikan pelayanan mereka harus memandang pekerjaan mereka sebagai bagian dan terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan dan profesi lainnya . Pelayanannya harus dengan mutu yang tinggi.
b. Decision- maker
Penggunaan sumber daya yang tepat , bermanfaat , aman dan tepat guna seperti SDM, obat-obatan, bahan kimia, perlengkapan, prosedur dan pelayanan harus merupakan dasar kerja dari apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional apoteker memainkan peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. Pencapaian tujuan ini memerlukan kemampuan untuk mengevaluasi, menyintesa informasi dan data serta memutuskan kegiatan yang paling tepat.
c. Communicator
Apoteker adalah merupakan posisi ideal untuk mendukung hubungan antara dokter dan pasien dan untuk memberikan informasi kesehatan dan obat-obatan pada masyarakat. Dia harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri dalam berintegrasi dengan profesi lain dan masyarakat. Komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal ( langsung ) non verbal , mendengarkan dan kemampuan menulis.
d. Manager.
Apoteker harus dapat mengelola sumber daya ( SDM, fisik dan keuangan ) , dan informasi secara efektif . Mereka juga harus senang dipimpin oleh orang lainnya , apakah pegawai atau pimpinan tim kesehatan. Lebih-lebih lagi teknologi informasi akan merupakan tantangan ketika apoteker melaksanakan tanggung jawab yang lebih besar untuk bertukar informasi tentang obat dan produk yang berhubungan dengan obat serta kualitasnya.
e. Life-long learner
Adalah tak mungkin memperoleh semua ilmu pengetahuan di sekolah farmasi dan masih dibutuhkan pengalaman seorang apoteker dalam karir yang lama. Konsep-konsep, prinsip-prinsip , komitmen untuk pembelajaran jangka panjang harus dimulai disamping yang diperoleh di sekolah dan selama bekerja. Apoteker harus belajar bagaimana menjaga ilmu pengetahuan dan ketrampilan mereka tetap up to date.
f. Teacher
Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk membantu pendidikan dan pelatihan generasi berikutnya dan masyarakat.. Sumbangan sebagai guru tidak hanya membagi ilmu pengetahuan pada yang lainnya, tapi juga memberi peluang pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan dan menyesuaikan ketrampilan yang telah dimilikinya.
g. Leader
Dalam situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana pemberi pelayanan kesehatan lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dalan semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat. Kepemimpinan apoteker melibatkan rasa empati dan kemampuan membuat keputusan , berkomunikasi dan memimpin secara efektif. Seseorang apoteker yang memegang peranan sebagai pemimpin harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin.
h. Researcher
Apoteker harus dapat menggunakan sesuatu yang berdasarkan bukti ( ilmiah , praktek farmasi , sistem kesehatan ) yang efektif dalam memberikan nasehat pada pengguna obat secara rasional dalam tim pelayanan kesehatan.. Dengan berbagi pengalaman apoteker dapat juga berkontribusi pada bukti dasar dengan tujuan mengoptimalkan dampak dan perawatan pasien.. Sebagai peneliti , apoteker dapat meningkatkan akses dan informasi yang berhubungan dengan obat pada masyarakat dan tenaga profesi kesehatan lainnya.
G. PRAKTEK FARMASI : SUATU KOMITMEN UNTUK MELAKUKAN
PERUBAHAN
1. PERUBAHAN KEBIJAKAN
WHO Konsultatif Group untuk Peranan Apoteker telah dilaksanakan di New Delhi tahun 1968, di Tokyo tahun 1993. Majelis Kesehatan Sedunia ( W H Assembly ) tahun 1994 memutuskan dalam pengembangan dan pelaksanaan Kebijaksanaan Obat Nasional diarahkan pada "penggunaan obat yang rasional". Kebijaksanaan Obat Nasional ( KONAS) yang telah dikembangkan pada lebih dari 100 negara anggota WHO dan telah menyusun kerangka untuk praktek kefarmasian yang baik (good pharmaceutical practice) Strategi Obat Revisi WHO sehubungan dengan peranan apoteker telah dibuat pada tahun 1994 sebagai resolusi WH Assembly tersebut diatas. Resolusi ini merupakan kunci bagi peran apoteker dalam kesehatan masyarakat, termasuk penggunaan obat-obatan. Resolusi itu menekankan tanggung jawab apoteker pada pemberian informasi dan nasehat tentang obat serta penggunaannya , memajukan konsep pharmaceutical care dan berpartisipasi aktif dalam pencegahan penyakit serta promosi kesehatan. Forum konsultasi WHO tentang peran apoteker ketiga telah dilakukan di Vancouver tahun 1997 dan ke empat dilakukan di Hague tahun 1998.

2. PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN FARMASI DAN PENDEKATAN
PEMBELAJARAN BARU
Apoteker berdiri pada daerah antara riset dan pengembangan , manufaktur , penulis resep, pasien dan obat itu sendiri. WHO telah menghimbau agar lebih besar keterlibatan apoteker dalam sistem pelayanan kesehatan umum dan penggunan obat yang lebih besar sesuai latar belakang pendidikan akademisnya. Dalam hal pernyataan kebijaksanaan ini FIP mengatakan bahwa perubahan dalam peran apoteker harus di refleksikan dalam pendidikan berkelanjutan apoteker, dengan lebih banyak fokusnya pada pembelajaran mahasiswa. Paradigma baru farmasi memerlukan apoteker yang lebih ahli dalam ilmu farmaseutik dan kimia farmasi. Mereka harus mengerti dan menggunakan aturan-aturan di belakang semua keperluan dalam aktifitas mengelola terapi obat. Pada tahun 1999 Asosiasi Fakultas Farmasi Eropa mengajukan suatu pergantian program studi farmasi dari ilmu yang berbasiskan laboratorium kepada ilmu praktek dan klinis.
Perubahan kearah pendekatan perawatan pasien telah terjadi dalam bermacam tingkatan di beberapa negara seperti Inggris dan Amerika Serikat. Ini meliputi daerah yang amat luas dan merupakan peluang bagi apoteker untuk merubah dan meningkatkan dampak pada pasien secara integral, dan sebagai anggota yang aktif dalam tim pelayanan pasien. Tetapi, terutama di negara-negara berkembang, kurikulum farmasi telah lama dilalaikan pada banyak institusi pendidikan , dimana telah membantu mengekalkan status apoteker yang kurang bermutu dalam pelayanan sektor kesehatan . Dalam kurikulum farmasi tradisional, penekanan kurikulum lebih sering pada aspek teknis kefarmasian bukan pada praktek profesional.
Tekanan dibelakang perubahan pendidikan farmasi, banyak variasinya dan meningkat dalam jumlah serta intensitasnya. Kekuatan ekonomi dan politik yang besar telah mempengaruhi sistem kesehatan di banyak negara dan juga mempunyai pengaruh pada praktek kefarmasian . Sebagai hasilnya adalah diperlukan perubahan radikal dalam pendidikan kefarmasian. Peranan dan fungsi apoteker serta staf kefarmasian perlu dikaji kembali dan dampak pendidikan beserta kurukulum farmasi harus di definisikan kembali secara jelas . Penggunaan dampak akan menolong pengembangan kurikulum. Dampak pendidikan harus termasuk dalam hal-hal berikut ini :
1. Pharmaceutical care dengan penekanan berfokus pada kepedulian kepada pasien dan masyarakat.
2. Manajemen sistem sumber daya ( sumber daya manusia, obat-obatan,, informasi dan teknologi ).
3. Jaminan kesehatan masyarakat yang efektif, bermutu,serta pelayanan pencegahan dan kebijaksanan pengembangan kesehatan masyarakat.

Perubahan pendidikan farmasi tidak hanya memerlukan revisi dan restrukturisasi kurikulum tapi juga suatu komitmen pada pada pengembangan fakultas yang menyiapkan dosen-dosen untuk mendidik apoteker dalam bentuk yang berbeda. Tipe dan dalamnya pelajaran dan materi pengalaman termasuk suatu yang akan berbeda. Jumlah dan alokasi sumber pendidikan harus berubah. Sekolah / perguruan tinggi farmasi harus kreatif, maju dan mrnyiapkan model praktek yang bernilai serta dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan .
Kurikulum pelatihan harus di pertimbangkan sesuai dengan kebutuhan, target audien, dampak pembelajaran , isi pelatihan , metode pengajaran, sumber pelajaran, pengkajian peserta, evaluasi pelatihan dan jaminan mutu .
Beberapa tahun terakhir telah dilakukan suatu pergantian dalam pendidikan ilmu kesehatan kearah pembelajaran berdasarkan masalah. Kurikulum farmasi berdasarkan masalah juga telah dikembangkan pada beberapa negara seperti Inggris, Australia, Nederland dan Afrika Selatan. Di banyak negara standar kompetensi juga telah didefinisikan dan disiapkan guna diperbandingkan. Standar ini digunakan untuk mengkaji pengetahuan profesional kesehatan dan kemampuan untuk uji registrasi atau dalam pengembangan profesi berkelanjutan ( continuing professional development = CPD ) . CPD termasuk juga penelitian dan refleksinya pada dampak pekerjaan, akan memberikan arti pada pemeliharaan kompetensi jangka panjang.
Inilah saatnya perubahan mahabesar akan terjadi dalam pelayanan kesehatan dan profesi farmasi. Tidak ada waktu lagi dan sejarah baru dari profesi farmasi harus dimunculkan dengan penuh tantangan dan peluang. Sementara itu profesi farmasi harus diarahkan kepada asuhan kefarmasian sebagai kontribusi besar yang di persembahkan kepada masyarakat, pendidikan kefarmasian pun perlu dikembangkan, kompetensi , isi dan proses kurikulum pendidikan perlu disiapkan untuk mendidik mahasiswa kepada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan nanti.

H. KESIMPULAN

Meskipun jumlah produk kefarmasian meningkat di pasaran , akses kepada obat-obat essensial masih lemah di seluruh dunia. Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, perubahan sosial, ekonomi, teknologi , dan politik telah membuat suatu kebutuhan reformasi pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Pendekatan baru ini dibutuhkan pada level perorangan dan masyarakat untuk menyokong keamanan dan keefektifan pengunaan obat pada pasien dalam lingkungan yang lebih kompleks.
Apoteker adalah suatu posisi yang istimewa untuk memenuhi kebutuhan profesional ini guna menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan obat-obatan . Oleh sebab itu apoteker harus menerima tanggung jawab yang lebih besar ini dari pada mereka terutama melakukan pengelolaan obat untuk pelayanan pasien. Tanggung jawab ini berjalan dibelakang aktifitas peracikan tradisional yang telah lama berjalan dalam praktek farmasi. Pengawasan rutin proses distribusi obat-obatan harus ditinggalkan oleh apoteker.
Keterlibatan langsung mereka dalam distribusi obat-obatan akan berkurang karena aktifitas ini akan ditangani oleh asisten farmasi yang berkualitas. Dengan demikian jumlah pengawasan aktifitas farmasi akan bertambah. Tanggung jawab apoteker harus diperluas pada monitoring kemajuan pengobatan, konsultasi dengan penulis resep dan kerjasama dengan praktisi kesehatan lainnya demi untuk keperluan pasien. Perubahan kearah asuhan kefarmasian ( pharmaceutical care ) merupakan faktor yang kritis .
Nilai dari pelayanan apoteker dalam hal klinis, dampak ekonomi dan sosial telah dicoba di dokumentasikan. Klassifikasi pekerjaan farmasi telah dihitung oleh American Pharmacists Association ( ISFI -nya Amerika ) dalam bahasa yang sederhana .Farmasi telah di praktekkan mulai dari cara sederhana sampai pada rangkaian baru dan tingkat-tingkat pembuatan keputusan. Sebagai anggota tim kesehatan, apoteker butuh kecakapan dalam banyak fungsi yang berbeda-beda. Konsep seven star pharmacist telah diperkenalkan oleh WHO dan FIP telah mengadopsi dan menguraikan peran itu.
Apoteker mempunyai potensi untuk meningkatkan dampak pengobatan dan kualitas hidup pasien dalam berbagai sumber dan mempunyai posisi sendiri yang layak dalam sistem pelayanan kesehatan.. Pendidikan farmasi mempunyai tanggung jawab menghasilkan sarjana yang kompeten dalam melaksanakan asuhan kefarmasian ( pharma ceutical care ).
































Pharmaceutical Care dari ISFI online


Pondok Indah Healthcare group